Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bawaslu Telusuri Dugaan Mahar Pilkada Jatim, Cirebon dan Kalteng

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menelusuri dugaan mahar politik di Pilkada serentak 2018.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Bawaslu Telusuri Dugaan Mahar Pilkada Jatim, Cirebon dan Kalteng
Tribunnews.com/Vincentius Jyestha
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Abhan. 

TRIBUNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menelusuri dugaan mahar politik di Pilkada serentak 2018.

Usai Ketua Kadin Jawa Timur La Nyalla Mattalitti, kasus dugaan mahar politik juga terjadi di Cirebon dan Kalimantan Tengah.

"Yang menarik, setelah La Nyalla, beberapa pihak, seperti di Cirebon dan Kalteng, juga ada yang buka suara," kata anggota Bawaslu, Muhamad Afifuddin, Minggu (14/1/2018).

Adapun pihak yang mengaku tersangkut dugaan mahar politik di Cirebon adalah pasangan Brigjen (Pol) Siswandi-Euis Fetty Fatayati.

Sementara pihak yang mengaku tersangkut dugaan mahar politik di Kalteng adalah pasangan Jhon Krisli-Maryono.

Afifuddin menuturkan, Bawaslu setempat akan melakukan klarifikasi terhadap pihak-pihak terkait.

"Besok (Senin) dipanggilnya. Enggak ada laporan, tetapi (kami) mau mengklarifikasi," ucap Afifuddin.

Berita Rekomendasi

Ia menambahkan, bermunculannya kasus dugaan mahar politik pada Pilkada Serentak 2018 ini semestinya dipahami sebagai hal yang baik.

Baca: Justice Collaborator, Siapa Disasar Setya Novanto?

Ini berarti, pihak-pihak yang menolak memberikan mahar politik itu sadar bahwa hal tersebut merupakan malapraktik dalam pemilu.

"Jangan sampai kita memaklumi praktik-praktik mahar politik yang selama ini dibenci," kata Afifuddin.

Pasangan Siswandi-Euis gagal maju dalam Pilkada Cirebon lantaran DPD PKS Kota Cirebon tidak memberikan surat rekomendasi kepada Koalisi Umat.

Siswandi mengungkapkan, pada 10 Januari, Koalisi Umat yang tediri dari Gerindra, PAN, dan PKS sudah 90 persen sepakat mengusung Siswandi-Euis.

Namun, pada malam harinya, salah satu oknum DPD PKS Kota Cirebon disebut mulai menyebutkan nominal rupiah.

Siswandi mengaku dimintai mahar politik bernilai miliaran rupiah untuk mendapatkan surat rekomendasi.

Mantan Kapolres Kota Cirebon itu mengatakan, PKS Kota Cirebon justru mengusung calon tertentu.

Baca: Tiga Syarat Prabowo untuk Calon Kepala Daerah, Salah Satunya soal Dana

Dia menilai PKS sudah mengkhianati kesepakatan dengan Gerindra, PAN, dan pasangan yang diusung.

Dalam situsnya, DPP PKS telah membantah tuduhan soal mahar Pilkada Cirebon.

PKS mengaku tidak pernah memproses Siswandi-Euis saat seleksi berjalan.

"Sepanjang catatan kami, DPW PKS Jawa Barat tidak pernah memproses nama Siswandi-Euis. DPP PKS mustahil memproses nama yang tidak diajukan secara resmi oleh DPW," demikian pernyataan PKS.

PKS juga menyatakan telah meminta keterangan dari Siswandi mengenai praktik mahar yang diungkapnya.

"Kami sudah konfirmasikan kepada Bapak Siswandi siapa oknum yang meminta dana kepada beliau dan bagaimana prosesnya. Namun, beliau tidak bisa menyampaikan jawaban yang pasti," demikian pernyataan PKS.

Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah PKS Jawa Barat Abdul Hadi Wijaya mengatakan, pihaknya telah melakukan investigasi internal yang terkait proses penerbitan surat keterangan untuk bakal calon walikota dan wakil wali kota Cirebon.

Baca: Aiman Spesial Malam Ini Hadirkan Risma dan Ibu yang Digugat Anak Kandungnya Hingga Kini

Abdul menjelaskan, proses penentuan kandidat kepala daerah Kota Cirebon cukup dinamis.
Menurut dia, komunikasi antar-struktur di PKS juga terdokumentasi dengan baik.

Abdul menegaskan, DPW PKS Jawa Barat tidak pernah memproses nama Siswandi-Euis, sehingga mustahil DPP PKS memproses nama yang tidak diajukan oleh DPW.

"Dengan demikian kami sampaikan bahwa pemberitaan terkait adanya persyaratan materiil tertentu dari PKS kepada Bapak Siswandi yang menjadi sebab tidak terbitnya SK Bakal Calon Walikota/Wakil Walikota Cirebon, tidak benar," kata Abdul.

Dia menambahkan, pihaknya memahami kekecewaan beberapa pihak atas proses penentuan calon walikota/wakil wali kota.

Abdul berharap kejadian seperti ini tidak terulang di kemudian hari.

Adapun pasangan Jhon Krisli-Maryono mengaku diminta mahar oleh partai politik agar dapat mengikuti Pilkada Kalteng.

Namun, hingga saat ini belum ada penjelasan partai politik yang dimaksud.

Baca: Emil Dardak Calon Gubernur Jatim, Arumi Bachsin Terharu Terbang Melayang ke Langit ke Tujuh

17 Anggota TNI/Polri
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Abhan, menilai Pilkada Serentak 2018 ini sungguh unik.

Tak seperti pilkada-pilkada sebelumnya, ia melihat banyak aparatur sipil negara dan anggota dari Polri-TNI ikut meramaikan persaingan politik di Indonesia.

Berdasarkan data yang Abhan paparkan, ia mengatakan sebanyak 154 Aparatur Sipil Negara (ASN) dan 17 anggota Polri-TNI mendaftarkan diri untuk menjadi kepala daerah maupun wakil kepala daerah.

"Data KPU sekarang dari 569 calon ini ternyata TNI Polri juga cukup banyak, yang mengejutkan ASN mencapai 154, artinya saya ingin katakan mesin politik kaderisasi lembaga publik belum maksimal. Maka yang jadi fenomena sekarang ternyata banyak juga sumber dari ASN bukan dari internal parpol," kata Abhan, di Gedung PP PON, Cibubur, Jakarta Timur.

Dari 17 anggota Polri-TNI yang mendaftar, sembilan calon di antaranya berasal dari TNI, dan delapan orang dari Polri.

Abhan memaparkan keunikan lainnya yakni bahwa status para calon kepala daerah yang berasal dari Polri-TNI ada yang sudah purnawirawan, namun ada juga yang masih aktif.

Disinggung mengenai penyebab munculnya calon kepala daerah yang berasal dari kalangan ASN dan Polri-TNI, Abhan mengaku tak mengetahuinya.

"Kurang tahu ya. Tapi mungkin bisa jadi karena kader yang dicetak parpol tidak dinilai berpotensi maju (sebagai calon)," ujar dia. (tribunnews/vincentius jyesta aditya/kps)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas