Di Ulang Tahunnya ke-65, Guruh Soekarnoputra Kritik Cara Bahasa, Busana dan Boga Indonesia
Guruh Soekarno Putra menilai Indonesia sudah sangat jauh dari cara berbahasa, busana dan boga (makanan) dari segi kulturnya.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guruh Soekarno Putra menilai Indonesia sudah sangat jauh dari cara berbahasa, busana dan boga (makanan) dari segi kulturnya.
Guruh menilai masyarakat Indonesia dalam melakukan ketiga unsur tersebut tidak lagi mencerminkan identitas kebangsaan.
Guruh ingin agar masyarakat kembali berpakaian ala Indonesia dalam kehidupan sehari-hari atau tidak meniru cara berpakaian dari luar.
Itu merupakan pesan dari ulang tahunnya ke-65 yang dirayakan Sabtu lalu (13/1/2018).
"Harapan kami supaya bagaimana masyarakat Indonesia ini bisa menghidupkan kembali atau benahi atau melestarikan nomor satu Bahasa Indonesia," kata Guruh di Kebayoran Baru, Jakarta.
Guruh yang tampil mengenakan busamengaku sedih lantaran ketiga unsur tersebut adalah soal keseharian.
Dari segi bahasa, Guruh menyoroti pengaruh dari media massa khususnya televisi terhadap tergerusnya Bahasa Indonesia.
"Presenter atau pembawa acara selalu berbicara dalam bahasa Inggris atau acara apapun dicampur Bahasa Inggris. Tampak dari ekspresi lebih banyak menggunakan Bahasa Inggris, mereka lebih bangga, seolah-olah lebih terpelajar," kata anak dari Presiden RI ke-1 Soekarno itu.
Baca: Dwi Sasono Tak Pikir Dua Kali Saat Ditawari Perankan Guruh Soekarno Putra
Guruh tidak sepakat adanya sekolah yang menjadikan bahasa asing sebagai bahasa pengantar.
Menurut dia, itu media pendidikan tidak cocok digunakan menggunakan bahasa asing.
Guruh sebenarnya bukan antibahasa asing.
Dia mempersilakan siapapun bisa anak-anak atau masyarakat pandai berbahasa Inggris, Perancis, Arab, Tiongkok dan bahasa lainnya.
Guruh berpendapat justru penggunaan Bahasa Indonesia harus digalakkan agar bisa menjadi bahasa Internasional.
"Tetapi itu kalau dalam kurikulum sekolah masuk dalam kurikulum bukan sebagai bahasa pengantar, itu keprihatinan saya dan teman teman dalam komunitas saya," kata dia.
Di bidang busana, Guruh menyoroti secara khusus perempuan.
Guruh menduga perempuan hanya mengenakan kebaya saat acara tertentu misalnya menghadiri pernikahan.
Indonesia dinilai tertinggal jauh dibandingkan negara yang masih kental berbusana tradisiononal seperti Myanmar, India, Arab dan beberapa tempat lagi.
"Wanita Indonesia kalau saya tanya, pakai kain dibilang repot dan susah, enggak bisa kerja. Itu semua bohong, saya sudah buktikan dengan penari-penari saya," beber Guruh.
Guruh mengaku para penari wanita tidak kesulitan mengenakan kain walau menari, meloncat, dan lain sebagainya.
Segi makanan, jangan tanya lagi.
Guruh mengaku miris jika makanan petai dan jengkol dicap sebagai makanan udik dan tidak mampu menaikkan derajat orang yang mengkonsumsinya.
Ini lah yang menyebabkan kulier Indonesia tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
Dunia internasional lebih mengenal makanan khas Vietnam dan Thailand dibandingkan Indonesia.
"Itu perjuangan kita. Kita naikkan bagaimana supaya makanan Indonesia mendunia, tidak kalah dari Vietnam. Kalau Thailand sudah mendunia sejak tahun akhir tujuh puluhan," tukas dia.