Kesiapan Industri Asuransi Mengasuransikan Barang Milik Negara
Perhatian utama dalam ABMN adalah terhadap ketersediaan perlindungan atas risiko katastrofe sehingga perlu didesain program ABMN
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mengantisipasi adanya kerugian yang timbul akibat bencana alam, pada tanggal 30 Desember 2016 Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 247/PMK.06/2016 tentang Pengasuransian Barang Milik Negara dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan Negara.
Dalam PMK itu, sebenarnya telah diatur tentang tata cara pengasuransian BMN, penatausahaan, kewenangan dan tanggung jawab, namun masih secara garis besarnya saja.
Oleh karenanya, dianggap masih memerlukan pedoman untuk pelaksanaannya yang akan dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) sebagai petunjuk teknis pelaksanaannya.
Dirjen Kekayaan Negara, Issa Rachmatarwata, untuk penyusunan pedoman pelaksanaan, perlu juga diketahui tentang persiapan industri asuransi dalam mengasuransikan Barang Milik Negara (BMN) ini.
"Perlu forum pertukaran informasi antara pengelola BMN yaitu Dirjen Kekayaan Negara tertanggung dengan pelaku asuransi sebagai penanggung serta pemangku kepentingan lainnya," kata Issa Rachmatarwata dalam workshop yang diselenggarakan bersama dengan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), PT Reasuransi MAIPARK Indonesia dan PT Jasa Indonesia (Jasindo).
Baca: KPK Periksa Kepala Biro Pengelolaan Barang Milik Negara dan Layanan Pengadaan
Dari workshop menyimpulkan, ABMN merupakan langkah baru dalam mengelola kekayaan negara di mana negara telah memberikan kepercayaan kepada industri asuransi untuk ikut membantu pengelolaan BMN, apalagi mengingat BMN memerlukan perlindungan yang optimal.
Perhatian utama dalam ABMN adalah terhadap ketersediaan perlindungan atas risiko katastrofe sehingga perlu didesain program ABMN yang dapat mengakomodasikan kebutuhan pemerintah secara baik dan tepat.
Juga diperlukannya terus dilakukan diskusi dan pertukaran informasi antara pemerintah dengan pelaku industri asuransi dalam rangka menyusun program ABMN yang optimal meliputi desain produk, desain program, pengadaan dan lainnya.
Dadang Sukresna, selaku Ketua AAUI mengatakan workshop ini, merupakan perwujudan sinergi antara seluruh pemangku kepentingan dalam mengasuransikan BMN, seperti yang diharapkan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen DJKN) dan juga kesiapan industri industri asuransi, sehingga dapat disusun program yang lebih efektif, efisien dan objektif .
“Karenanya, acara ini dihadiri oleh seluruh pemangku kepentingan mulai dari Pengelola BMN sebagai tertanggung, pelaku asuransi sebagai penanggung, DJKN, OJK, BNPB, BMKG dan Akademisi,” ungkap Dadang.
Baca: Ditahan KPK, Tersangka Kasus Korupsi BLBI Singgung Peran Menteri Keuangan
Syarifudin, Direktur Tehnik Jasindo mengatakan dalam dalam PMK tersebut, BMN yang dapat diasuransikan dibagi menjadi empat kelompok yakni gedung dan bangunan, jembatan, alat angkutan darat/apung/udara bermotor, dan BMN yang ditetapkan oleh pengelola barang yaitu Menkeu.
"Kecuali untuk kelompok BMN yang ditetapkan oleh pengelola barang, masing-masing kelompok memiliki kriteria tertentu,' katanya.
Direktur Utama PT Reasuransi MAIPARK Indonesia, Yasril Y Rasyid mengatakan salah satu kriteria tersebut yakni keberadaan BMN di daerah rawan bencana alam yang diukur dengan indeks risiko bencana yang dikeluarkan oleh instansi terkait.
Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang secara geografis, merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik utama dunia.
Dengan kondisi seperti ini, Indonesia sebenarnya sangat rawan terhadap bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, dan bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan, yang bila terjadi akan ada kerugian sangat besar.
Asuransi Barang Milik Negara (BMN), dilaksanakan dengan prinsip selektif, efisiensi, efektivitas dan prioritas. Jadi, diterbitkannya PMK ini adalah karena keberadaan BMN di daerah rawan bencana alam yang perlu penanganan mitigasi secara serius terhadap risiko bencana alam (Natural Disaster Risk Management).