Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Intrans: Pasal 122 Huruf K UU MD3 Pasal Karet untuk Bungkam Pengkritik

Pasal 122 (k) UU MD3 itu tampaknya sekarang berbalik menuding ke wajah anggota DPR RI hari ini.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Intrans: Pasal 122 Huruf K UU MD3 Pasal Karet untuk Bungkam Pengkritik
Kompas.com
Direktur Institute for Transformation Studies (Intrans) Andi Saiful Haq usai peluncuran riset bertajuk Partai Politik Paling Berpengaruh Di Media Sosial di Jakarta, Rabu (30/3/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Institute for Transformation Studies (Intrans), Andi Saiful Haq mengatakan polemik terkait dengan dimasukkannya pasal 122 huruf k dalam UU MD3 adalah ironi di era demokrasi.

"Pasal ini berpeluang menjadi pasal karet untuk membungkam kritikan dengan delik sebagai tindak pidana," ujar Saiful Haq di Jakarta, Rabu (14/2/2018).

Saiful menyebut beberapa persoalan mendasar, mengapa pasal ini harus ditolak.




Pertama, pasal ini tidak relevan lagi di jaman moderen dan masa demokrasi. Sebab menghina adalah delik yang paling sering digunakan oleh raja-raja atau diktator jaman dulu untuk menopang kewibawaan dan agar orang banyak tidak banyak bertanya tentang perilaku mereka yang tiran dan korup.

"Sementara di era demokrasi, kehormatan sebuah kekuasaan itu diletakkan pada kuasa rakyat. Rakyat yang memutuskan kapan, dimana dan pada siapa kehormatan itu diletakkan," ujar Saiful.

Kedua, pasal yang sama pernah digunakan Pemerintahan Hindia-Belanda untuk membungkam perlawanan para founding fathers, salah satunya Soekarno-Hatta.

Baca: YLBHI Sebut Pengesahaan UU MD3 Mengancam Kebebasan Wartawan

BERITA TERKAIT

Ketiga, anggota DPR RI itu sudah terlalu banyak fasilitas, bahkan mereka memiliki hak imunitas dan kekebalan diplomatik. Kalaupun ada yang harus mereka perjuangkan sekarang, itu adalah kehormatan mereka sendiri di sisa masa jabatan.

Jadi, menurut Saiful, merujuk pada arti kata “kehormatan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut bermakna media dimana rasa hormat diletakkan. Sementa kata “menghina” bermakna memandang rendah (hina atau tidak penting).

Pasal 122 (k) UU MD3 itu tampaknya sekarang berbalik menuding ke wajah anggota DPR RI hari ini.

“Tuan-tuan, cukup terhormatkah anda hari ini?, masih ingatkah Tuan pada janji menjaga kehormatan sebagai wakil rakyat di parlemen?" ujarnya.

Menurut Saiful, rasa-rasanya jika ada yang pertamakali harus dijerat dengan pasal 122 (k) adalah sekitar 50% anggota DPR yang pada masa sidang I tahun 2015 hingga masa sidang IV tahun 2017 tingkat kehadirannya dibawah 50%.

"Separuhnya lagi tidak mungkin lepas dari jeratan tindak pidana “merendahkan martabat” karena hanya mampu mencapai realisasi sekitar 20% Rancangan UU," ujar dia.

Menurut Saiful, mangkir dari tugas adalah tindakan tidak terhormat, rapor merah ditengah fasilitas berlimpah adalah penghinaan pada sumpah jabatan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas