UU MD3 Akan Digugat di MK, Fraksi PPP: Itu Konsekuensi Pasal yang Sudah Disahkan
Selain PPP, fraksi Nasional Demokrat (Nasdem) juga walk out lantaran menilai banyan pasal dalam RUU MD3 yang bermasalah.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi Parta Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mengatakan adanya pihak yang ingin menggugat UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi merupakan konsekuensi yang harus dihadapi usai pengesahan pasal-pasal yang menimbulkan polemik.
"Ya itulah konsekuensi dari ketentuan pasal yang sudah disahkan," ujar Baidowi dalam pesan singkatnya kepada Tribunnews, Rabu (14/2/2018).
Anggota Komisi II itu menegaskan, meskipun partainya tidak setuju dengan pengesahan RUU MD3 dan memutuskan untuk walk out, namun pada akhirnya RUU tersebut disahkan menjadi UU.
"Meskipun PPP WO (walk out), tetap saja hal itu menjadi keputusan," kata Baidowi.
Karena hanya dua fraksi yang tidak setuju dengan pengesahan tersebut. Selain PPP, fraksi Nasional Demokrat (Nasdem) juga walk out lantaran menilai banyan pasal dalam RUU MD3 yang bermasalah.
Baca: Sebelum Bupati Subang Terjaring OTT, KPK Sudah Ingatkan Calon Kepala Daerah
Baca: Pasal 328 dan 329 RUU KUHP Bisa Jerat Insan Pers dengan Pidana, Apa Tanggapan Pimpinan DPR
UU MD3 memang telah disahkan pada rapat paripurna yang digelar di Nusantara II DPR RI, pada Senin malam, 12 Februari 2018.
Meskipun Fraksi Nasdem dan Fraksi PPP tidak setuju dan memutuskan untuk walk out, namun pengesahan tersebut tetap dilakukan lantaran ada 8 fraksi lainnya yang setuju dengan pengesahan UU tersebut.
Usai disahkannya UU MD3, sejumlah pengamat pun menilai DPR tengah mencari keuntungan dari pengesahan itu.
Seperti yang disampaikan Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus. Ia menilai Revisi Undang-undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (RUU MD3) ditunggangi sejumlah kepentingan politik.
Menurutnya sebelum disahkan, dalam RUU MD3 tersebut dimasukkan sejumlah pasal yang diklaim hanya bertujuan untuk menguntungkan DPR.
Penambahan pasal-pasal itu diantaranya hak imunitas, seperti upaya pemanggilan paksa.
"Ini menunjukkan sejak awal dengan revisi ini, hasilnya menguntungkan mereka, bukan revisi untuk memperkuat lembaga DPR, MPR, DPD," kata Lucius, Minggu (11/2/2018).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.