Partai Garuda Merangkul Kaum Marjinal
Partai Garuda resmi didirikan 16 April 2015 lalu. Satu dari empat partai pendatang baru yang akan maju dalam agenda pemilihan umum tahun 2019
Penulis: Gita Irawan
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Partai Garuda resmi didirikan 16 April 2015 lalu. Satu dari empat partai pendatang baru yang akan maju dalam agenda pemilihan umum tahun 2019. Tiga partai lainnya adalah Perindo, Partai Solidaritas Indonesia, dan Partai Berkarya.
Selain sebagai partai yang menyatakan dirinya akan mengakomodasi suara anak muda di dalamnya, Partai Garuda juga menyatakan diri akan mengakomodir suara-suara kaum pingggiran (marjinal). Sekretaris Jenderal Partai Garuda Abdullah Mansyuri menjelaskan, partainya berani menokohkan orang-orang yang termarjinalkan tersebut dalam pertarungan politik nanti.
"Kami sepakat bahwa kami akan menokohkan teman-teman yang selama ini dimarjinalkan," kata Mansyuri usai Rapat Pimpinan Terbatas Partai Garuda di Hotel Lumire, Senen, Jakarta Pusat kemarin.
Sebagai contoh, ia menerangkan bahwa Partai Garuda akan menokohkan pedagang pasar dalam tingkat Dewan Pimpinan Cabang (DPC).Namun menurutnya, bukan sembarang pedagang pasar yang akan Partai Garuda tokohkan, namun pedagang pasar yang teguh dalam perjuangan dan membantu pedagang lain.
Ia menerangkan bahwa Partai Garuda akan menciptakan tokoh-tokoh baru dari kalangan bawah. "Orang biasa, pedagang pasar, dia teguh dalam perjuangan, dia membantu pedagang lain, kita akan tokohkan sebagai ketua DPC. Kita akan menciptakan tokoh-tokoh baru di bawah itu konsepnya," ujar Mansyuri.
Para politisi yang muncul dari Partai Garuda di daerah merupakan politisi yang sama sekali belum pernah berpartai sebelumnya. Beberapa adalah pedagang pasar, dan pedagang kaki lima (PKL).
Namun menurutnya, bukan berarti mereka tidak punya modal. Ia menilai bahwa mereka bisa menjadi politisi karena punya jaringan untuk mengumpulkan komponen lain.
"Contoh, di daerah, politisi-politisi yang muncul di Partai Garuda itu politisi-politisi yang sama sekali belum pernah berpartai. Bahkan rata-rata dari kaum-kaum yang jelata ya, tertindas, pedagang pasar. Ada yang PKL juga, tetapi punya jaringan untuk mengumpulkan komponen lain," ungkap Mansyuri.