Pembentukan Partai PSI Berawal dari Obrolan di Kafe
Raja menceritakan, dirinya dan mantan presenter televisi Grace Natalie dan Isyana Bagoes Oka beserta dua anak muda lainnya hadir di pertemuan di kafe
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berawal obrolan santai tapi berkualitas dan visioner lima anak muda di sebuah kafe di bilangan Jakarta Selatan pada akhir 2014 menjadi awal cikal bakal terbentuknya Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Kini, obrolan tersebut membuahkan sebuah partai yang lolos verifikasi Pemilu 2019 dengan elektabilitas mengalahkan beberapa partai pendahulu.
Demikian diungkapkan Sekretaris Jenderal PSI, Raja Juli Antoni, di Jakarta, Sabtu (24/2/2018).
Raja menceritakan, dirinya dan mantan presenter televisi Grace Natalie dan Isyana Bagoes Oka beserta dua anak muda lainnya hadir di pertemuan di kafe itu.
Pertemuan dilakukan tidak terlepas fenomena terpilihnya Joko Widodo sebagai presiden dari Pilpres 2014 dan tradisi "kolot" partai politik melahirkan calon pimpinan, bukan pemimpin.
"Kami dulu awalnya sekali cuma berlima saja duduk di cafe, terus kami bicara soal reformasi partai politik," ujar pria kelahiran Pekanbaru, Riau, 40 tahun itu.
Menurut Raja, pertemuan di kafe hingga membuahkan keinginan mendirikan parpol itu tidak begitu saja terjadi. Ia dan keempat orang tersebut telah saling mengenal dan mempunyai cara pandang yang sama tentang situasi politik terkini.
"Kami berlima bukan satu komunitas atau punya hobi sama. Tapi, sejak jauh-jauh hari kami sudah saling kenal dan suka kontak-kontak, lalu bertemu dan mengobrol di kafe itu," ujarnya.
"Kalau saya kenal dengan Grace karena sebelumnya sering jadi narasumber di program acara Grace. Dan waktu saya studi di Australia saya juga sudah sering kontak dia minta data-data dari SMRC (Saiful Mujani Research and Institute)," jelasnya.
Dalam obrolan santai itu, kelimanya sepakat menyatakan hampir semua lembaga negara melakukan reformasi ke dalam dan keluar lembaganya, termasuk institusi TNI dan Polri. Namun tidak demikian dengan partai politik. Sebab, 19 tahun pasca-reformasi 1998, parpol masih melulu menggunakan cara lama.
Baca: Ini Dia Tiga Juara Kontes CustoMAXI Yamaha, Gaya Modifikasi Skutik Maxi Seriesnya Keren-keren!
Baca: Longsor Juga Terjadi di Kabupaten Kuningan, Warga Dievakuasi Naik Turun Bukit
"Masih ada mahar, masih ada politik yang transaksional dan yang paling penting, tidak terlihatnya pengkaderan yang berkualitas dari partai-partai ini. Sehingga produk yang dihasilkan begitu-begitu saja," ujarnya.
Kelimanya juga berpandangan, dari pemilihan kepala daerah di 512 kota/kabupaten di Indonesia, hanya dapat menghasilkan beberapa sosok pemimpin. Mereka di antaranya Jokowi, Tri Rismaharini dan Ridwan Kamil (RK). Padahal, parpol sebagai pengusung kepala daerah bertugas mencetak kader yang mampu menjadi pemimpin, bukan sekadar pimpinan.
"Karena itu, PSI lahir untuk membuat Jokowi-Jokowi lainnya, RK-RK, Tri Risma lainnya. Kami tidak percaya jika tiga sosok itu saja yang seperti mereka dan tida ada lainnya dari setiap kabupaten dan kota," ujarnya.
"Kami punya concern yang sama, optimistisme yang sama tentang Indonesia baru, terutama setelah melihat sosok Jokowi. Kami melihat Indonesia baru itu bisa terjadi, di mana ada orang biasa karena demokrasi bisa jadi wali kota, gubernmur hingga presiden. Itu bisa terjadi karena kinerja. Sebab, dia bukan anak siapa-siapa, bukan anak orang kaya," sambungnya.
Sebelum menjadi Sekjen PSI, Raja Juli Antoni merupakan mantan Ketua Umum PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dan Direktur Eksekutif tim think tank Maarif Institute.
Setelah meraih gelar sarjana dari IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2001, dia menempuh pendidikan master di The Department of Peace Studies, Universitas Badford, Inggirs setelah mendapatkan beasiswa Chevening Award pada tahun 2004 dan menyelesaikannya tesis master.
Baca: Siap-siap, Kontes CustoMAXI Akan Kembali Digelar, Babak Semifinalnya Nambah Jadi 10 Kota!
Dengan beasiswa dari Australian Development Scholarhip (ADS) pada tahun 2010, Raja meneruskan studi doktoral di School of Political Science and International Studies pada Universitas Queensland Australia.
Ia berhasil mendapatkan gelar Ph D dengan disertasi berjudul Religious Peacebuilders: The Role of Religion in Peacebuilding in Conflict Torn Society in Southeast Asia.
Sementara, Ketua Umum PSI Grace Natalie merupakan mantan presenter televisi. Selama delapan tahun perempuan kelahiran Jakarta, 35 tahun itu, menjadi presenter dengan berpindah-pindah stasiun televisi sebelumnya akhirnya berlabuh di tvOne.
Ia pun sempat mengikuti kursus kilat di Maastricht School of Management di Belanda.
Perempuan yang mempunyai prinsip “Di mana pun aku berada, harus berkarya sebaik mungkin” itu akhirnya meninggalkan tvOne untuk menjadi CEO Saiful Mujani Research and Consulting pada 2009. Dan pada Juni 2012, istri dari CEO dan founder dari Pinterousia, Kevin Osmond itu banting setir dan masuk ke dunia politik dengan mendirikan partai PSI. (Tribun Network/ryo/coz)
==
PSI Tepis Ide Barunya Cuma "Dagangan" Sesaat untuk Pemilu 2019
JAKARTA - Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Raja Juli Antoni optimistis PSI bisa berkompetisi dan meraih 20 persen suara pada Pemilu Legislatif 2019. Modal PSI di pesta demokrasi lima tahunan itu menawarkan ide dan gagasan baru yang bisa diterima semua segmen konstituen, terutama pemilih muda.
Raja membantah gagasan dan ide baru dari PSI ini sebatas "dagangan" untuk meraih simpati dan suara dari calon pemilih Pemilu 2019. Ia memastikan pengurus partainya akan konsisten melaksanakan ide dan gagasan baru tersebut.
"Nggak. Insya Allah kami konsisten. Ngapain juga kami bikin partai capek-capek, tapi diacak-acak sendiri dari dalam," ujarnya.
Ia juga memastikan tidak akan penjualan atau tukar guling PSI pada kemudian hari setelah mendapat target suara atau menjadi partai besar. "Insya Allah enggak ada istilah partai kami dijual ke orang kaya tertentu atau tukar guling. Kalau Tribun mengontrol kinerja kami, insya Allah itu tidak terjadi," kata dia.
Raja memaparkan, ide dan gagasan baru dari PSI di antaranya, calon legislator, kader hingga pengurus PSI, mulai tingkat kecamatan hingga nasional dipastikan adalah orang baru di dunia politik dan berusia maksimal 45 tahun. PSI mempunyai aturan tertulis, pengurus partainya bukanlah bekas pengurus parpol lain atau "kutu loncat".
"Anggota atau kader inti PSI sudah 700 ribuan di seluruh nindonesia. Jumlah caleg masih berproses di web kami. Tapi, saya pastikan tidak ada satu biji pun pengurus PSI dari Sabang sampai Merauke yang merupakan mantan pengurus partai lain," ujarnya.
Selain itu, penjaringan terhadap caleg dari PSI melibatkan tim independen dengan kriteria khusus. Para tokoh yang digandeng menjadi tim penjaringan independen itu di antaranya Mahfud MD, Bibit Samad Riyanto, Mari Elka Pangestu, Prof Hamdi Moeloek, Kak Seto dan Zaenal Arifin Muchtar.
"Ini pertama sepanjang sejarah politik Inodonesia, di mana partai tidak lagi memonopoli 'kebenaran', tapi melibatkan partisipasi publik dan dipropses dengan transfaran, dengan perekrutan live via twitter, facebook dan Instagram," sambungnya.
Partai yang membawa platform tentang solidaritas, pluralitas beragama, suku, dan bangsa ini tidak mau bertumpu kepada seorang tokoh untuk mengangkat nama partai, seperti partai politik lain kebanyakan. Raja memastikan tidak akan ada oligarki dan politik dinasti di dalam PSI.
PSI juga mengklaim transparansi dalam sumbangan finansial, khususnya memisahkan pengaruh bisnis dari operasional partai.
"Jumlahnya yang tahu bendahara, tapi cukup untuk pendanaan opersaional pemilu nanti. Jumlah donasi saya enggak ingat. Tapi, pada saatnya kami akan sampaikan ke publik melalui KPU," ujarnya.
Gerakan Menjadi Kebijakan
Raja menilai potensi anak muda milenial saat ini sangat luar biasa ketika berbicara mengenai politik. Tidak sedikit dari mereka yang ikut dalam sebuah pergerakan, baik dalam dunia nyata, maupun gerakan di dunia maya sepertii petisi online.
Ia mengakui, PSI mengambil kesempatan dengan mengakomodir kepentingan dan gerakan anak-anak muda yang kreatif dan penuh optimisme itu. Menurutnya, PSI akan berusaha mengkomodir gerakan kelompok anak muda menjadi sebuah kebijakan, bukan kegiatan rutin atau seremonial.
"Akan jauh lebih masif, apabila gerakan ini menjadi sebuah kebijakan. Misalnya, gerakan menanam pohon. Ini akan menjadi lebih bagus, kalau menjadi kebijakan," lanjut dia.
Ia mengakui mendapat kesulitan untuk mendapatkan kader dari anak muda pada awal pendirian partai. Ada saja dari mereka yang masih tidak percaya terhadap partai politik. Terlebih, partai-partai sebelumnya dinilai tidak memperlihatkan politik yang baik.
"Kami ajak mereka untuk mendobrak kebiasaan partai lama, karena mau tidak mau, ke depan, perubahan itu berasal dari dalam legislatif maupun eksekutif. Satu-satunya alat ya dari partai," tukasnya. (Tribun Network/ryo/coz)