Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pembentukan Partai PSI Berawal dari Obrolan di Kafe

Raja menceritakan, dirinya dan mantan presenter televisi Grace Natalie dan Isyana Bagoes Oka beserta dua anak muda lainnya hadir di pertemuan di kafe

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Pembentukan Partai PSI Berawal dari Obrolan di Kafe
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua Umum PSI Grace Natalie (kedua kanan) bersama Sekjen PSI Raja Juliantoni (kiri), Ketua DPP PSI Isyana Bagoes Oka (kanan) dan Caleg PSI Giring (kedua kiri) membawa berkas verifikasi di gedung KPU, Jakarta, Selasa (10/10/2017). PSI menyerahkan sebanyak 150 boks kontainer berisi persyaratan untuk pendaftaran sebagai partai politik peserta pemilu. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berawal obrolan santai tapi berkualitas dan visioner lima anak muda di sebuah kafe di bilangan Jakarta Selatan pada akhir 2014 menjadi awal cikal bakal terbentuknya Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Kini, obrolan tersebut membuahkan sebuah partai yang lolos verifikasi Pemilu 2019 dengan elektabilitas mengalahkan beberapa partai pendahulu.

Demikian diungkapkan Sekretaris Jenderal PSI, Raja Juli Antoni, di Jakarta, Sabtu (24/2/2018).

Raja menceritakan, dirinya dan mantan presenter televisi Grace Natalie dan Isyana Bagoes Oka beserta dua anak muda lainnya hadir di pertemuan di kafe itu.

Pertemuan dilakukan tidak terlepas fenomena terpilihnya Joko Widodo sebagai presiden dari Pilpres 2014 dan tradisi "kolot" partai politik melahirkan calon pimpinan, bukan pemimpin.

"Kami dulu awalnya sekali cuma berlima saja duduk di cafe, terus kami bicara soal reformasi partai politik," ujar pria kelahiran Pekanbaru, Riau, 40 tahun itu.

Menurut Raja, pertemuan di kafe hingga membuahkan keinginan mendirikan parpol itu tidak begitu saja terjadi. Ia dan keempat orang tersebut telah saling mengenal dan mempunyai cara pandang yang sama tentang situasi politik terkini.

BERITA REKOMENDASI

"Kami berlima bukan satu komunitas atau punya hobi sama. Tapi, sejak jauh-jauh hari kami sudah saling kenal dan suka kontak-kontak, lalu bertemu dan mengobrol di kafe itu," ujarnya.

"Kalau saya kenal dengan Grace karena sebelumnya sering jadi narasumber di program acara Grace. Dan waktu saya studi di Australia saya juga sudah sering kontak dia minta data-data dari SMRC (Saiful Mujani Research and Institute)," jelasnya.

Dalam obrolan santai itu, kelimanya sepakat menyatakan hampir semua lembaga negara melakukan reformasi ke dalam dan keluar lembaganya, termasuk institusi TNI dan Polri. Namun tidak demikian dengan partai politik. Sebab, 19 tahun pasca-reformasi 1998, parpol masih melulu menggunakan cara lama.

Baca: Ini Dia Tiga Juara Kontes CustoMAXI Yamaha, Gaya Modifikasi Skutik Maxi Seriesnya Keren-keren!

Baca: Longsor Juga Terjadi di Kabupaten Kuningan, Warga Dievakuasi Naik Turun Bukit


"Masih ada mahar, masih ada politik yang transaksional dan yang paling penting, tidak terlihatnya pengkaderan yang berkualitas dari partai-partai ini. Sehingga produk yang dihasilkan begitu-begitu saja," ujarnya.

Kelimanya juga berpandangan, dari pemilihan kepala daerah di 512 kota/kabupaten di Indonesia, hanya dapat menghasilkan beberapa sosok pemimpin. Mereka di antaranya Jokowi, Tri Rismaharini dan Ridwan Kamil (RK). Padahal, parpol sebagai pengusung kepala daerah bertugas mencetak kader yang mampu menjadi pemimpin, bukan sekadar pimpinan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas