BNN Bongkar Tindak Pencucian Uang dari Transaksi Narkotika Sebesar Rp 6,4 Triliun
Pengungkapan TPPU tersebut dilakukan BNN selama lebih dari satu tahun terhadap ketiga tersangka yakni DY, HR dan FH.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) serta Bareskrim Polri berhasil mengungkap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai kurang lebih Rp 6,4 Triliun.
Pengungkapan TPPU tersebut dilakukan BNN selama lebih dari satu tahun terhadap ketiga tersangka yakni DY, HR dan FH.
Ketiga tersangka diduga melakukan TPPU selama periode tahun 2014 - 2016 dengan menggunakan enam perusahaan fiktif yang dilakukan untuk transaksi keuangan dari beberapa bandar narkotika.
Bahkan, salah satu perusahaan fikti tersebut yakni PT PSS mengirimkan dana ke luar negeri sebesar Rp 6,4 Triliun dengan 2.136 invoice fiktif melalui sejumlah bank.
"Berawal dari informasi hasil pemeriksaan PPATK tentang transaksi mencurigakan sebesar Rp 6,4 Triliun yang bersumber dari kasus narkotika jaringan Togiman, Haryanto Candra dan kawan-kawannya," kata Deputi Pencegahan BNN, Arman Depari saat rilis barang bukti dan tersangaka di Kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, Rabu (28/2/2018).
Selain nama-nama tersangka sindikat narkotika tersebut, BNN juga melihat adanya keterlibatan bandar narkotika yang telah di eksekusi mati yakni Freddy Budiman dalam kasus TPPU ini.
Selain itu, BNN juga berhasil mengamankan barang bukti lainnya berupa 3 unit apartemen, 6 unit ruko, 1 unit rumah, 3 unit mobil, 2 unit toko, sebidang tanah di kawasan Jakarta Selatan serta uang tunai senilai Rp 1,65 Miliar.
Atas perbuatannya tersebut, ketiga tersangka dijerat dengan Undang-Undang no 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-Undang no 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"UU narkotika sendiri para tersangaka terancam hukuman mati, dan untuk TPPU mereka terancam pidana 17 hingga 20 tahun penjara," terang Arman Depari.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.