Menristekdikti akan Berikan Bantuan Biaya Pendidikan Kuliah Kepada Anak Korban Aksi Terorisme
Sebagai bentuk perhatian terhadap korban dan anak korban aksi terorisme, Menteri Nasir akan memberikan bantuan biaya pendidikan untuk kuliah
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengapresiasi kegiatan rekonsiliasi mempertemukan 124 mantan pelaku teror dengan 51 korban aksi terorisme, yang pertama kali diadakan oleh BNPT sekaligus pertama kali di dunia.
Sebagai bentuk perhatian terhadap korban dan anak korban aksi terorisme, Menteri Nasir akan memberikan bantuan biaya pendidikan untuk kuliah di perguruan tinggi kepada anak korban aksi terorisme.
Selain itu kepada mantan pelaku aksi terorisme, Kemenristekdikti juga akan memberikan pembinaan di dunia usaha yang berkaitan dengan teknologi.
Demikian Menteri Nasir sampaikan saat hadir sebagai pembicara pada acara bertajuk "Silaturahmi Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Satukan NKRI)" yang diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Senin (28/2/2018).
Dalam kesempatan ini juga, Menteri Nasir mengatakan bahwa menciptakan mahasiswa berkarakter unggul merupakan salah satu upaya yang digagas Kemenristekdikti dalam menangkal radikalisme di kalangan mahasiswa.
Kemenristekdikti bersama LIPI, Perguruan tinggi dan peneliti-peneliti ilmu sosial hingga saat ini tengah melakukan survey radikalisme dan wawasan kebangsaan pada pelajar dan mahasiswa.
“Surveynya belum selesai, namun hingga mei 2017 pernyataan untuk siap berjihad demi tegaknya khilafah pada kelompok mahasiswa mencapai 23.4% dan pada pelajar 23 %” tutur Menteri Nasir seperti dikutip dari keterangannya kepada Tribunnews.com.
Angka tersebut merupakan sinyal yang harus disikapi semua pihak, baik Pemerintah, Perguruan Tinggi, sekolah, orang tua maupun masyarakat umum.
Khususya mengenai pentingnya menumbuhkan kembali rasa nasionalisme dan cinta tanah air karena masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia, UUD 1945 dan Pancasila sudah final.
Lunturnya pemahaman kebangsaan, lemahnya kemampuan berpikir kritis sivitas akademika, serta muatan kurikulum yang tidak mampu mencukupi kebutuhan mahasiswa untuk menangkal radikalisme dan penyalahgunaan teknologi informasi, menjadi sebab mengapa munculnya radikalisme di lingkungan kampus.
“Hal yang harus dilakukan demi menciptakan mahasiswa berkarakter unggul adalah penguatan tri dharma perguruan tinggi, bagaimana manajemen mengelola mahasiswa dan perguruan tinggi, ini harus kita lakukan bersama-sama” tegas Menteri Nasir.
Sejak awal tahun 2017 Kemenristekdikti telah menggelorakan semangat anti radikalisme, terorisme dan menanamkan kembali wawasan kebangsaan di lingkungan perguruan tinggi.
Hal ini ditandai dengan Deklarasi Anti Radikalisme dan Terorisme di seluruh perguruan tinggi Indonesia dari Sabang sampai Merauke dan puncaknya adalah Deklarasi Anti Radikalisme dan Terorisme yang dihadiri Presiden Joko Widodo bersama seluruh Pimpinan Perguruan Tinggi se Indonesia pada tanggal 26 September 2017 di Bali. (*)