Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kapolri: Jujur Saja Saya Takut-takut, Ini Tahun Politik, Ngomong Apa Saja Bisa Dipelintir

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengakui kini dirinya harus berhati-hati dalam berbicara.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Kapolri: Jujur Saja Saya Takut-takut, Ini Tahun Politik, Ngomong Apa Saja Bisa Dipelintir
Tribunnews/JEPRIMA
Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat memimpin serah terima jabatan Pati Polri di Ruang Rupattama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis(11/1/2018). Kapolri Jenderal Tito Karnavian memimpin upacara Serah Terima Jabatan (Sertijab) lima Kapolda dan dua Perwira Tinggi (Pati) Polri. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengakui kini dirinya harus berhati-hati dalam berbicara.

Sebab, kalimatnya tak jarang dipelintir dan dipersepsikan lain di media konvensional maupun media sosial. Ia menduga hal ini berkaitan dengan tahun politik di mana Pilkada serentak digelar dan persiapan Pemilu 2019 dilakukan.

Tito memberi contoh soal videonya yang viral beberapa waktu lalu.

Di video itu, pernyataan Tito seolah mengesampingkan ormas islam selain Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

Ia mengatakan, pidato itu ia sampaikan selama 20an menit.

Namun, yang viral hanya berdurasi dua menit.

"Yang dimaksud gerakan lain bisa merontokkan NKRI yaitu adanya gerakan yang bukan asli Indonesia. Ada gerakan dari jaringan Al Qaeda, ISIS dengan gerakan takfiri, ini jelas masuk ke Indonesia," kata Tito saat menghadiri acara Tarbiyah PERTI di Jakarta, Sabtu (3/3/2018).

Berita Rekomendasi

Baca: Bareskrim Ringkus Pelaku Hatespeech dan SARA yang Hina Jokowi dan Tito Karnavian

Tito mengatakan, negara ini berpotensi terpecah jika kelas menengah masih menjadi minoritas.

Selain itu, ada juga masuknya paham ideologi dari luar yang bertentangan dengan Pancasila.

Pidato tersebut, kata Tito, merupakan imbauan pada NU dan Muhammadiyah yang berpotensi jadi sasaran pengaruh ideologi takfiri.

Ia mencontohkan kasus penyerangan gereja Santa Lidwina di Sleman, Yogyakarta.

Ternyata pelakunya berasal dari keluarga NU, namun dia terpapar aliran radikal.

Hal ini jelas bertentangan dengan ideologi NU yang menentang kekerasan dan terorisme.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas