Polri Sebut Hanya Penyerangan Pemuka Agama di Jabar dan Jatim yang Dianggap Bukan Rekayasa
Empat kategori ini ditemukan usai tim Satgas Nusantara melakukan pendalaman dan penyelidikan terhadap isu tersebut
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri mengungkap adanya 4 kategori atas penyebaran isu penyerangan terhadap ulama beberapa waktu lalu.
Empat kategori ini ditemukan usai tim Satgas Nusantara melakukan pendalaman dan penyelidikan terhadap isu tersebut.
"Kami berhasil mengkategorisasikan kasus ini ke dalam 4 kategori, dimana selama kurun waktu bulan Februari ditemukan 45 peristiwa, dengan 42 diantaranya hoax," ujar Kasatgas Nusantara Irjen Pol Gatot Eddy Pramono, di Rupatama Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (5/3/2018).
Dari empat kategori itu, Gatot menyebut kategori pertama adalah kejadian yang benar-benar terjadi. Menurutnya, ada tiga kejadian yang tidak hoax, yaitu dua di Jabar, dan satu di Jatim.
Kategori kedua, yaitu peristiwa yang direkayasa, tetapi diviralkan seolah terjadi.
Staf Ahli Kapolri Bidang Sosial Ekonomi ini mengatakan kategori kedua merujuk pada kejadian di Ponpes di Kediri, Jatim, kemudian di Garut, Jabar dan di Ciamis, Jabar, serta di Kalimantan Timur.
"Ketiga, yaitu peristiwa tindak pidana umum, dimana korban bukanlah ulama. Tapi diviralkan melalui media sosial bahwa korbannya ulama dan dilakukan oleh orang yang mengalami gangguan kejiwaan," ungkapnya.
Baca: Kronologi Brimob Ditemukan Tergeletak dengan Luka Tusukan oleh Driver Ojol
Sementara, kategori terakhir adalah peristiwa yang tidak pernah terjadi, dan kemudian diviralkan juga sebagai kasus penyerangan terhadap ulama.
Lebih lanjut, Gatot menjelaskan hasil ini didapat Satgas Nusantara dengan turun ke TKP, dan melakukan pemeriksaan saksi.
Bahkan, Satgas ini meminta dokter psikiatri untuk memeriksa para pelaku, apakah mereka betul-betul mengalami gangguan jiwa.
"Kami juga melakukan pemeriksaan darah. Dengan tujuan agar bisa memastikan apa ada zat kimia yang dimasukin ke dalam tubuh orang yang menjadi pelaku atau tidak," pungkasnya.