Gubernur Nonaktif Sulawesi Tenggara Nur Alam Enggan Komentari Tuntutan Jaksa 18 tahun Penjara
Jaksa menilai perbuatan Nur Alam tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat yang sedang giat memberantas korupsi.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara Nur Alam enggan mengomentari tuntutan 18 tahun penjara yang disampaikan jaksa KPK.
"Saya tidak komentar, sama pengacara saja," singkatnya usai menghadiri sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/3/2018).
Lebih lanjut, kuasa hukum Nur Alam, Didi Supriyanto mengatakan surat tuntutan jaksa KPK tidak sesuai fakta sidang.
Sebab, para saksi menyebut Nur Alam tidak menerima gratifikasi. Dia menyatakan akan mengungkap sejumlah hal di sidang selanjutnya.
"Saksi semuanya jelas, tapi tidak disampaikan di sidang. Hanya dituduh terdakwa menerima tapi mengembalikan tidak ada," tegas Didi.
Didi menambahkan klienya akan menyampaikan nota pembelaan atau pledoi terhadap kasus ini. Menurut Didi, uang yang diterima Nur Alam bukan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Diketahui, Nur Alam dinilai terbukti memperkaya diri sendiri Rp 2,7 miliar atas penerbitan Surat Izin Usaha Pertambangan (IUP) pada PT Anugrah Harisma Barakah.
Selain kurungan 18 tahun, Nur Alam juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 2 miliar. Jika tidak mampu membayar uang pengganti 1 bulan setelah berkekuatan hukum tetap, jaksa akan melelang harta benda miliknya.
Jika total kekayaan tidak mencukupi maka diganti kurungan 1 tahun. Nur Alam juga dituntut pidana tidak berhak memilih atau dipilih dalam suatu jabatan publik selama 5 tahun setelah menjalani pidana pokok.
Baca: Alasan Jaksa Tuntut Gubernur Nonaktif Sulawesi Tenggara Nur Alam 18 Tahun Penjara
Baca: Jalani Sidang Pakai Busana Warna-warni, Rita Widyasari Serasa Mau ke Pantai
Baca: Rita Widyasari Pegang Buku Hitam saat Jalani Sidang, Apakah Terinspirasi Setya Novanto?
Dalam pertimbangannya, jaksa menilai perbuatan Nur Alam tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat yang sedang giat memberantas korupsi. Selain itu, perbuatannya juga mengakibatkan kerusakan lingkungan di Kabaena, Bombana dan Buton.
Sebelumnya, Nur Alam didakwa bersama-sama dengan Kepala Bidang Pertambangan Umum pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara, Burhanuddin dan Direktur PT Billy Indonesia, Widdi Aswindi menerima hadiah Rp 2.781.000.000.
Selain memperkaya diri sendiri, perbuatan terdakwa juga memperkaya PT Billy Indonedia sebesar Rp 1.593.604.454.137.
Penerimaan uang itu yakni terkait pemberian Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Atas perbuatan terdakwa negara disebut menderita kerugian sebesar Rp 1.596.385.454.137. Nur Alam diancam pidana Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 jo Pasal 6s ayat 1 KUHPidana.(*)