Hakim Kabulkan Permintaan Pejabat Bakamla Buka Blokir Rekening
Diketahui sebelumnya, permohonan pembukaan blokir rekening tersebut disampaikan kuasa hukum Nofel Hasan
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta mengabulkan permintaan terdakwa mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Badan Keamanan Laut (Bakamla) Nofel Hasan, dimana hakim memerintahkan jaksa membuka blokir rekening yang disita.
"Menetapkan, mengabulkan permohonan pensehat hukum terkait pembukaan blokir. Memerintahkan jaksa KPK untuk memohon membuka pemblokiran rekening Bank BNI atas nama Nofel Hasan," kata ketua majelis hakim Diah Siti Basariah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/3/2018).
Diketahui sebelumnya, permohonan pembukaan blokir rekening tersebut disampaikan kuasa hukum Nofel Hasan dalam nota pembelaan atau pleidoi yang sudah dibacakan sebelumnya.
Menurut hakim, permohonan tersebut beralasan untuk dikabulkan. Karena hingga sidang pembacaan tuntutan, tidak ditemukan fakta ada penerimaan uang dari hasil korupsi yang ditransfer melalui rekening bank itu.
Baca: Divonis Empat Tahun Penjara, Nofel Hasan Umbar Senyum
Ketetapan hakim ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Maka majelis sependapat, blokir harus dibuka. Permohonan tim pengacara berasalan secara hukum untuk dikabulkan," kata hakim anggota Sofialdi.
Diketahui, Nofel dituntut 5 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nofel juga dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dalam pembacaan vonis hari ini, hakim menjatuhkan vonis pidana empat tahun penjara.
Selain pidana penjara, Nofel juga diwajibkan membayar uang denda sebesar Rp200 Juta subsider dua bulan kurungan.
Nofel didakwa bersama-sama dua pejabat Bakamla lainnya menerima uang 104.500 dollar Singapura dari Direktur PT Melati Technofo Indonesia dan PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah.
Uang itu diberikan terkait proyek pengadaan satelit monitoring di Bakamla yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2016.
Nofel dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.