Pengakuan Suster: Novanto Menutupi Wajahnya dengan Selimut yang Dipinjam dari RS Permata Hijau
Michael mengaku awalnya dirinya selaku Kepala IGD menolak Novanto masuk ke rumah sakit.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa KPK mencecar saksi Kepala Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Medika Permata Hijau dr Michael Chia Cahaya soal kejanggalan kondisi Setya Novanto selaku korban kecelakaan dalam sidang lanjutan dr Bimanesh Sutarjo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (23/3/2018).
Sebab, Novanto selaku korban kecelakaan pada 16 November 2017 lalu justru tidur menggunakan bantal dan wajahnya ditutupi selimut.
"Apakah korban kecelakaan boleh tidur menggunakan bantal?" tanya jaksa KPK, M Takdir.
Jaksa mempertanyakan hal itu karena pada hari kejadian beredar foto yang menampilkan Novanto selaku korban kecelakaan menggunakan bantal.
Michael mengatakan, pasien korban kecelakaan yang biasa ditangani di RS Medika Permata Hijau tidak menggunakan bantal. Biasanya korban tersebut ditidurkan biasa.
"Karena kalau pakai bantal, kami tidak akan tahu apakah ada cidera leher atau tidak. Kalau ada cidera, leher ketekuk, bisa malah makin parah," ujarnya.
Baca: Menteri Agraria Sofyan Djalil: Orang Asing tidak Boleh Menguasai Tanah di Indonesia
Michael mengaku awalnya dirinya selaku Kepala IGD menolak Novanto masuk ke rumah sakit.
Sebab, pengacara Novanto saat itu, Fredrich Yunadi, memintanya membuat diagnosa kecelakaan untuk Novanto tanpa pemeriksaan kondisi Novanto lebih dulu.
Namun pada akhirnya, Novanto bisa dibawa langsung ke ruang VIP di lantai 3 rumah sakit atas arahan dr Bimanesh Sutarjo.
Dan pada saat itu, seorang petugas keamanan rumah sakit meminta bantal dan selimut ke ruang IGD.
"Security bilang mau pinjam selimut dan bantal. Setya Novanto datang jam setengah 7 kurang. Itu kata security waktu dia mau pinjam bantal dan selimut," ujarnya.
Jaksa menanyakan ada atau tidaknya benjolan di kepala saat Novanto datang ke rumah sakit.
Michael mengaku tidak melihat langsung saat kedatangan Novanto ke rumah sakit.
Saat itu, Novanto masuk ke rumah sakit dibantu suster dan langsung dibawa dengan brankar.
Baca: Zumi Zola Sebut Kehadirannya di Acara KPK karena Diundang sebagai Tuan Rumah
Suster tersebut melaporkan Novanto menutupi wajahnya dengan selimut yang sebelumnya dipinjam.
"Kalau kata suster yang saya dengar pasien (Novanto) itu menutup sendiri selimutnya ke atas. Dia tidak lihat mukanya," kata Michael.
Menurutnya, biasanya pasien korban kecelakaan yang dibawa dengan menggunakan brankar tidak menggunakan bantal.
Sebab, saat itu belum dilakukan pemeriksaan sehingga belum diketahui kondisi cideranya.
Dan cidera pasien bisa makin parah jika mendapat perlakuan atau tindakan yang salah.
Sementara, pada saat itu Novanto datang dengan dibawa menggunakan brankar serta memakai bantal dan selimut.
"Kalau pasien masuk ke IGD mukanya ditutup selimut ada tidak?" tanya jaksa.
"Tidak ada seinget saya," kata dr Michael.
Baca: Waspadai Tinggi Gelombang Mencapai 2 Meter di Selatan Bali
"Kalau pasien kecelakaan biasanya kita tidak pakai bantal dulu karena kita tidak tahu ada cedera pada leher apa tidak. Kalau ada cedera lalu ada leher nekuk nanti tambah cedera," kata Michael.
Lebih lanjut jaksa menanyakan prosedur penanganan terhadap pasien korban keelakaan yang harus melalui pemeriksaan di ruang IGD dan prosedur dilibatkannya dokter spesialis hipertensi.
"Sebenarnya kalau korban kecelakaan mobil harus via IGD. Paling pertama harus dilihat apa ada trauma di kepala, itu ke dokter spesialis saraf. Kalau trauma di perut, itu ke dokter spesialis bedah. Lalu, kalau hasil rontgen ada parabola, itu ke ortopedi. Semua dokternya ada di rumah sakit," terang Michael.
Jaksa juga menanyakan ada atau tidaknya pemeriksaan CT scan kepada Novanto saat masuk ke rumah sakit.
Sebab, pada hari kejadian Fredrich Yunadi selaku kuasa hukum Novanto mengklaim ada benjolan sebesar Bakpao di kepala kliennya.
Menurut Michael, rumah sakit tempatnya bekerja memiliki alat CT scan. Namun, alat medis tersebut mengalami kerusakan sejak Juni.
Dalam perkara ini, Fredrich Yunadi bersama seorang dokter RS Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo, didakwa merintangi penyidikan kasus dugaan korupsi e-KTP Setya Novanto yang ditangani KPK.
Fredrich diduga bekerja sama dengan dr Bimanesh Sutarjo merekayasa sakitnya Novanto. (Tribun Network/theresia felisiani/coz)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.