Hakim Kabulkan Permintaan Nur Alam Soal Blokir Rekening
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memutuskan mengabulkan permintaan pengacara Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara, Nur Alam.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memutuskan mengabulkan permintaan pengacara Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara, Nur Alam.
Dalam sidang, Rabu (27/3/2018) Hakim memerintahkan jaksa membuka blokir rekening dan sertifikat tanah yang sebelumnya dilakukan penyitaan.
Baca: KPK Ingatkan Anggota DPRD Kota Malang Tidak Mangkir Dari Pemeriksaan Besok
"Menetapkan, mengabulkan terkait blokir rekening, save deposit box dan investasi dan sertifkat tanah dan bangunan atas nama terdakwa. Memerintahkan jaksa KPK mengajukan permohonan pada bank dan badan pertanahan," kata anggota majelis hakim Duta Baskara di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Menurut hakim, sesuai dengan ketentuan Pasal 39 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), barang-barang yang disita penyidik adalah barang yang diduga ada kaitan atau digunakan untuk melakukan tindak pidana.
Baca: Dirotasi Emban Tugas Baru Di DPR, Ace Hasan: Ini Amanah Partai Kepada Kami
Diketahui selama tahap penyidikan, KPK telah melakukan penyitaan dan pemblokiran aset milik Nur Alam.
Mulai dari sertifikat tanah dan bangunan di Setiabudi, Kuningan Timur, Jakarta Selatan.
Turut disita pula rekening, save deposit box dan investasi atas nama Nur Alam.
Selain itu, pemblokiran sertifikat tanah dan bangunan di Kota Kendari.
Sebelumnya pada sidang Kamis (8/3/2018) lalu, jaksa menuntut Nur Alam dengan hukuman 18 tahun penjara atas kasus izin tambang dan gratifikasi.
Baca: Jusuf Kalla Minta Program Kesehatan Posyandu Hingga Kebun Sayur Dihidupkan Kembali
Alasan jaksa menuntut hingga 18 tahun karena Nur Alam telah merusak lingkungan alam di Buton dan Bombana.
Dalam pertimbangannya yang memperberat adalah Nur Alam tidak mengakui perbuatannya dalam menerima gratifikasi dan melawan hukum menerbitkan izin tambang.
Selain kurungan 18 tahun, Nur Alam juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 2 miliar. Jika tidak mampu membayar uang pengganti satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap, jaksa akan melelang harta benda miliknya.
Hukuman tambahan, Nur Alam juga dicabut hak politiknya. Tidak berhak memilih atau dipilih dalam suatu jabatan publik selama 5 tahun setelah menjalani pidana pokok.
Sebelumnya, Nur Alam didakwa bersama-sama dengan Kepala Bidang Pertambangan Umum pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara, Burhanuddin dan Direktur PT Billy Indonesia, Widdi Aswindi menerima hadiah Rp 2.781.000.000.
Selain memperkaya diri sendiri, perbuatan terdakwa juga memperkaya PT Billy Indonedia sebesar Rp 1.593.604.454.137.
Penerimaan uang itu yakni terkait pemberian Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Atas perbuatan terdakwa negara disebut menderita kerugian sebesar Rp 4.325.130.590.137. Atau setidak-tidaknya Rp 1.596.385.454.137
Nur Alam diancam pidana Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.