Permadi Ramalkan Setya Novanto Bakal Selamat
Perjalanan kasus dugaan korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto memasuki tahap tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Partai Gerindra yang juga dikenal sebagai paranormal, Permadi, meramalkan mantan Ketua DPR Setya Novanto bakal selamat dari hukuman maksimal kasus megakorupsi e-KTP yang menjeratnya.
Novanto dalam menghadapi kasusnya berubah drastis sejak ditahan hingga menjalani persidangan, di antaranya terlihat dari "nyanyiannya'.
Baca: Novanto Sempat Menyantap Sarapan dari sang Istri Sebelum Dengarkan Tuntutan Jaksa
Demikian disampaikan Permadi saat menghadiri sidang pembacaan tuntutan Setya Novanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (29/3).
Pada awalnya, Novanto terlihat menyembunyikan banyak hal. Namun, Permadi melihat Novanto pada belakangan ini mulai bisa lebih jujur memberikan keterangan dan legowo dalam menjalani persidangan.
Sehingga, aura positif itu keluar dalam diri mantan orang nomor satu DPR dan Partai Golkar itu. "Aura positifnya sudah keluar, saya yakin, Novanto akan tetap selamat," kata Permadi.
Permadi menjelaskan, jika Novanto bisa terus konsisten terhadap kesaksiannya, maka akan ada perubahan secara struktur pada dirinya yang membawa peruntungan. Dan hal itu penting dilakukan Novanto agar selamat dari hukuman maksimal.
Permadi percaya pria asal Surabaya itu memiliki kartu "truf" yang belum dibongkar. Nama-nama yang sudah disebut dalam persidangan sebelumnya hanya sebagian.
"Novanto masih punya kartu "truf". Kalau dibuka, pasti bisa geger," kata pemilik nama KRT Permadi Satrio Wiwoho itu.
Permadi pun meyakini "nyanyian" Novanto berikutnya terkait kasus mega korupsi proyek e-KTP akan membuat negara terguncang. Dan hampir semua orang yang menjadi pejabat tinggi negara dan pejabat publik bakal terseret akibat "nyanyian" Novanto itu.
"Mereka yang selama ini berlindung, akan ketahuan juga. Menurut saya, negara akan guncang sebelum 2019," ujar Permadi yang juga kolektor keris itu.
Dampak yang paling buruk dari nyanyian Novanto itu adalah batalnya perhelatan Pilpres 2019.
Sebab, semua pejabat negeri ini akan saling membongkar kesalahan maupun aib. Hal itu dapat memperburuk situasi politik nasional.
"Saya berharap ini semua tidak terjadi. Tapi, saya rasakan, mulai hangat setelah Pilkada Serentak besok ini," katanya.
Perjalanan kasus dugaan korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto memasuki tahap tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar itu dengan 16 tahun penjara. Novanto juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, jaksa juga menuntut agar Novanto divonis hukuman pidana tambahan membayar 7.435.000 ribu Dolar AS dikurangi uang Rp 5 miliar yang telah dikembalikan kepada KPK sebelumnya.
Lebih dari itu, Novanto juga dituntut pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk menduduki jabatan publik selama lima tahun. (Tribun Network/ryo/coz)