Dede Yusuf: Yang Berhak Selesaikan Masalah Dokter Terawan Adalah Konsil Kedokteran Indonesia
Dalam pasal empat disebutkan “Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri”.
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi IX DPR RI, Dede Yusuf Macan menjelaskan bahwa pihak yang berhak meluruskan masalah yang menimpa Kepala RSPAD Gatot Soebroto Mayjen TNI Terawan Agus Putranto dengan metode ‘cuci otak’ DSA (Digital Substaction Angiography)-nya adalah institusi pemerintah bernama KKI (Konsil Kedokteran Indonesia).
Seperti diketahui metode cuci otak DSA milik Dokter Terawan yang dikenal ampuh mengobati penyakit stroke dipermasalahkan oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) karena dianggap menyalahi kode etik kedokteran.
Sehingga MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) mengeluarkan surat pemecatan Dokter Terawan dari keanggotaan IDI tertanggal 23 Maret 2018.
“Besok Senin (9/4/2018) kami akan panggil IDI, MKEK, dan institusi bernama KKI, karena institusi KKI ini lah yang mengurusi masalah dokter dan menjelaskan bagaimana memecahkan masalah ini. Karena ini bukan masalah pelanggaran etika, di mana hanya dokter yang tahu, masyarakat awam tidak tahu,” ucapnya ketika ditemui di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (5/4/2018).
Menurutnya pihak KKI harus memberi penjelasan kepada masyarakat umum mengenai duduk masalah tersebut.
Karena menurut politisi Partai Demokrat itu, masyarakat hanya perlu melihat apakah metode kedokteran yang diterapkan memberi manfaat atau tidak.
“KKI harus memberi penjelasan kepada masyarakat mengenai masalah ini agar jangan sampai menimbulkan pemikiran negatif di masyarakat, jangan-jangan klaim ribuan orang yang diselamatkan itu salah semua.”
“Kami ingin pemerintah memberi jawaban, mudah-mudahan besok Senin ada jawaban pasti,” ungkapnya.
Baca: Komisi IX Akan Panggil IDI dan Dokter Terawan
Sebelumnya Ketua MKEK Prijo Pratomo mengatakan bahwa Dokter Terawan melanggar pasal empat dan enam kode etik kedokteran.
Dalam pasal empat disebutkan “Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri”.
Sedangkan menurut Prijo, Dokter Terawan tidak menaati pasal itu dengan menudingnya mengiklankan diri.
Kemudian Dokter Terawan menurut KMEK melanggar Pasal 6 yang berbunyi “Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat”.