Terkait Dokter Terawan, Dede Yusuf Curiga Ada Pihak yang Sengaja Adu PB IDI dengan TNI AD
Menurut Dede, mungkin saja ada pihak yang sengaja mengadu domba antara PB IDI dan TNI Angkatan Darat (TNI AD).
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usai memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf menduga ada unsur politik terkait bocornya surat rekomendasi sanksi terhadap Kepala RSPAD Mayjen TNI Dr dr Terawan Agus Putranto.
Menurut Dede, mungkin saja ada pihak yang sengaja mengadu domba antara PB IDI dan TNI Angkatan Darat (TNI AD).
Kedua lembaga tersebut memang diketahui sebagai organisasi yang menaungi dua profesi Terawan, yakni dokter dan juga prajurit Angkatan Darat.
"Itu kan berawal dari bocornya surat ya kan, artinya apa? Mungkin ada niatan-niatan mengadu antara kedua lembaga ini atau institusi ini, bisa saja politik" ujar Dede saat ditemui di Ruang Rapat Komisi IX DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (11/4/2018).
Baca: Terkait Dokter Terawan, Komisi IX DPR Rekomendasikan 3 Hal untuk Kemenkes
Politisi partai Demokrat itu pun mengimbau agar IDI kedepannya bisa menjaga kerahasiaan surat tersebut, jika memang isi dari surat itu memuat hal yang bersifat internal saja.
"Menurut kami, kalau belum selesai urusannya di dalam (organisasi IDI), jangan sampai bocor karena itu bagian dari proses internal," kata Dede.
Kendati demikian, ia menegaskan bahwa isi surat tersebut telah diketahui masyarakat luas dan menimbulkan keresahan.
Sehingga jangan salahkan Komisi IX, jika akhirnya merekomendasikan 3 hal kepada Kementerian Kesehatan RI, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan tentunya IDI.
"Kita tidak akan menanggapi kalau tidak menjadi konsumsi publik, kalau sudah menjadi konsumsi publik, maka itulah tadi rekomendasi DPR," tegas Dede.
Ada tiga hal yang didesak Komisi IX agar segera dilakukan oleh Kementerian Kesehatan serta lembaga terkait.
Poin pertama adalah komisi yang membidangi tenaga kerja, transmigrasi, kependudukan dan kesehatan itu mendesak afar Kementerian Kesehatan membentuk Saruan Tugas (Satgas) bersama.
"Komisi IX DPR RI mendesak kepada Kementerian Kesehatan RI untuk membentuk satuan tugas bersama dengan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI)," papar Dede, dalam RDP tersebut.
Baca: Komisi IX DPR Sebut IDI Tidak Adil Pada Dokter Terawan
Hal tersebut bertujuan untuk menilai layak atau tidaknya metode Digital Substraction Angiogram (DSA) yang digunakan Dokter Terawan dalam terapi cuci otaknya, sebagai metode terapetik.
Komisi IX pun memberikan waktu 45 hari bagi Kemenkes dan pihak terkait untuk membentuk satgas tersebut.
"Untuk melakukan penilaian teknologi kesehatan terhadap metode Digital Substraction Angiogram (DSA) sebagai metode terapetik, paling lambat 45 hari," jelas Dede.
Dede kemudian menyampaikan poin kedua, yakni Komisi IX DPR RI juga meminta agar Kemenkes, KKI, dan IDI untuk segera menyelesaikan permasalahan tentang DR dr Terawan Agus Putranto.
Selanjutnya, poin ketiga Komisi IX mendesak ketiga lembaga tersebut untuk menjelaskan metoda DSA tersebut kepada seluruh masyarakat.
Agar kelak tidak ada keresahan yang ditimbulkan mengacu pada polemik praktik Dokter Terawan yang terjadi saat ini.
"Komisi IX mendesak Kemenkes, bersama KKI dan IDI untuk bertanggungjawab memberikan penjelasan terkait keamanan metode DSA kepada masyarakat, agar dapat meredam keresahan," tutur Dede.
Sebelumnya, MKEK telah merekomendasikan putusan pemberian sanksi berupa pemecatan sebagai anggota IDI selama satu tahun dan pencabutan rekomendasi izin praktik terhadap Dokter Terawan.
Rekomendasi putusan tersebut berdasar pada asumsi MKEK IDI yang menilai Terawan mengiklankan diri terkait metode terapi cuci otak melalui DSA yang dilakukannya.
Terawan dianggap mengambik bayaran besar dan menjanjikan kesembuhan pada pasiennya.
Menurut MKEK IDI, hal tersebut bertentangan dengan etika kedokteran.
Namun PB IDI pun menunda sanksi pemecatan terhadap Kepala RSPAD Mayjen Dr Terawan Agus Putranto.
Penundaan tersebut melalui keputusan yang ditempuh setelah digelarnya Rapat Majelis Pimpinan Pusat (MPP) IDI.
Ketua Umum PB IDI Ilham Oetama Marsis, menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, pada Senin lalu (9/4/2018).
"Rapat MPP memutuskan bahwa PB IDI menunda melaksanakan putusan MKEK, karena keadaan tertentu, oleh karenanya ditegaskan bahwa hingga saat ini Dr TAP masih berstatus sebagai anggota IDI," kata Ilham.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.