Di Sidang Korupsi e-KTP, Setya Novanto Tak Lagi Sebut Nama Puan Maharani dan Pramono Anung
Ia mengaku bertemu sejumlah pengusaha terkait E-KTP, termasuk Andy Narogong dan Johanes Marliem yang kemudian tewas di Amerika.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam pembelaan pribadi kasus e-KTP, Setya Novanto mengatakan, terlepas dari pandangan apapun, ada 'sedikit yang bisa dikenang' dari dirinya, khususnya yang ia lakukan saat kunjungan Raja Salman beberapa waktu lalu.
Kali ini Setya Novanto tak lagi menyebut nama Puan Maharani dan Pramono Anung, dua politikus PDIP yang sekarang menjabat menteri, yang dalam sidang terdahulu ia katakan mendapat aliran uang US$500.000 yang didengarnya dari pengusaha Made Oka Masagung.
Ia membantah semua dakwaan jaksa tentang perannya dalam korupsi e-KTP.
Ia mengaku bertemu sejumlah pengusaha terkait E-KTP, termasuk Andy Narogong dan Johanes Marliem yang kemudian tewas di Amerika.
Pertemuan pertama berlangsun di sebuah hotel, disusul beberapa pertemuan lain di rumahnya. Namun ia mengaku tak pernah menindak-lanjuti permintaan mereka untuk mempengaruhi pengambilan keputusan di DPR terkait proyek e-KTP.
Baca: Ini Tanggapan PPATK Soal Ucapan Jokowi yang Persilakan Puan Maharani dan Pramono Anung Diperiksa
Bahwa ia mengembalikan uang sebesar Rp5 miliar ke KPK, katanya, itu sebagai tangung jawab atas perbuatan keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi, yang menerima uang Rp5 miliar dari Andi Narogong dan sebagian diserahkan kepada sejumlah anggota Komisi II DPR.
"Waktu itu sebagai Bendahara Partai Golkar dan sebagai paman, saya merasa bertanggung -jawab.," kata Setya Novanto.
"Saya punya keyakinan bahwa Irvanto tidak akan mempu mengembalikan uang itu, maka dengan sukarela saya ambil alih dan mengembalikan uang Rp5 miliar itu ke rekening penampungan KPKJ," kata Setya Novanto.
Di bagian lain, Setya Novanto mengatakan bahwa terlepas dari 'cap koruptor dan pencuri uang rakyat' yang terlanjur menempel, ia merasa 'setidaknya ada hal-hal positif yang saya tinggalkan untuk dikenang oleh rakyat Indonesia.' Khususnya apa yang menurutnya sebagai keberhasilannya saat kunjungan Raja Salman dari Arab Saudi, tahun lalu.
"Dalam kunjungan Raja Salman ke DPR, saya meminta penambahan kuota haji, yang kemudian disetujui Raja Salman," katanya.
Ia juga memapar keberhasilannya 'menyelamatkan' Partai Golkar yang sebelumnya terpecah.
Dalam persidangan sebelumnya, jaksa menuntut hukuman penjara 16 tahun bagi Setya Novanto, pencabutan hak politik selama lima tahun, dan denda Rp1 miliar dan pengembalian uang US$7,3 juta dan menolak permintaannya untuk mendapat status 'justice collaborator.'