Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bamsoet Optimistis RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal Bisa Tekan Korupsi

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengharapkan Rancangan Undang-undang (RUU) Pembatasan Transaksi Uang Kartal segera dibahas dan diselesaikan.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Bamsoet Optimistis RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal Bisa Tekan Korupsi
Tribunnews.com/Fitri
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) usai menghadiri bincang pagi di kedai kopi kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Minggu (18/3/2018). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengharapkan Rancangan Undang-undang (RUU) Pembatasan Transaksi Uang Kartal segera dibahas dan diselesaikan.

Menurutnya, payung hukum itu diperlukan untuk memperkuat pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. 

Bamsoet -sapaan akrabnya- mengatakan, transaksi uang kartal atau tunai sering disalahgunakan oleh pelaku tindak pidana korupsi, terorisme serta bisnis ilegal lainnya.

Biasanya, para pelaku kejahatan demikian berupaya menghindari transaksi melalui lembaga keuangan.

Sebab, jika melalui lembaga keuangan, akan sangat mudah dilakukan pelacakan terhadap transaksinya.

"Para pelaku tindak pidana lebih memilih menggunakan uang tunai agar transaksi kejahatannya tidak mudah terdekteksi," ujar Bamsoet dalam acara Diseminasi RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal bertema ‘Optimalisasi Penelusuran Aset Hasil Tindak Pidana Melalui Regulasi Pembatasan Transaksi Uang Kartal' di Jakarta, Selasa (17/4/2018).

Hadir dalam acara itu antara lain Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin, Ketua KPK Agus Rahardjo, Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto, Ketua Tim Penyusun RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal Yunus Husein, Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae serta Duta Besar Australia untuk RI Gary Quinlan.

Berita Rekomendasi

Baca: BREAKING NEWS: Jembatan Widang Tuban Ambruk, Dua Truk Terjun ke Sungai

Lebih jauh Bamsoet mengatakan, PPATK kerap kesulitan melacak aliran dana kasus korupsi.

Para penyidik pun sukar untuk menelusuri kembali transaksi tersebut karena tidak tercatat dalam sistem keuangan.

Bahkan, pembiayaan sejumlah aksi teror juga melalui transaksi tunai, baik dari dalam maupun luar negeri.

"Karena tunai dan tidak tercatat, aparat berwenang sulit untuk melakukan pelacakan," kata Bamsoet.

Politikus Golkar itu mengatakan besaran jumlah transaksi tunai di suatu negara memiliki korelasi dengan indeks korupsinya.

Negara dengan jumlah transaksi tunainya tinggi, katanya, memiliki persepsi tingkat korupsi yang lebih buruk jika dibandingkan dengan negara yang transaksi tunainya rendah.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas