Merespon Arahan Presiden: Yayasan Indonesia Jerman Percepat Pendidikan Vokasi
Merespon arahan Presiden Joko Widodo pada Desember 2017, Yayasan Indonesia Jerman (YIJ) melaksanakan inisiatif percepatan pendidikan vokasi
Penulis: FX Ismanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fx Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Merespon arahan Presiden Joko Widodo pada Desember 2017, Yayasan Indonesia Jerman (YIJ) melaksanakan inisiatif percepatan pendidikan vokasi bekerjasama dengan berbagai instansi dan institusi dengan memulai dari Sumatera Barat. Percepatan ini berharap mendorong peningkatan mutu trampil para peserta pendidikan vokasi yang pada akhirnya mampu untuk memenuhi kebuuhan tenaga kerja trampil di Indonesia.
Demikian diungkapkan Lilly Wasitova, Ketua dan sekaligus Koordinator Program Working Group Vocational Education YIJ (WG-VE YIJ) dalam pembukaan workshop di Jakarta, Senin (7/5/2018).
Pada Desember 2017 di Bekasi, demikian Lilly Wasitova menjelaskan, Presiden dalam pidatonya pada acara penyerahan sertifikat kompetensi pemagangan menyatakan bahwa pemerintah akan melakukan pembangunan SDM secara masif di tahun 2018 ini. Pernyataan Joko Widodo juga merupakan pengulangan dari penjelasannya saat berkunjung ke Siemenstadt di Berlin, Jerman pada April 2016.
“Di Jerman, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Indonesia perlu mencontoh sistem pendidikan vokasi seperti yang dijalankan di Jerman sejak awal abad 20-an yang bertujuan membentuk SDM unggulan dan yang menjadi tulang punggung ekonomi Jerman. Dan kualitas SDM Jerman bisa dilihat sampai sekarang kuat dengan kualitas merata tanpa mengandalkan sumber daya alam,” jelas Lilly Wasitova.
Lulusan Lemhannas PPSA XXI itu mengurai lebih lanjut, YIJ yang memiliki unit WG-VE merespon pernyataan Joko Widodo tersebut dengan mengadakan program percepatan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang keluarannya adalah tenaga kerja terampil dan siap pakai dengan mengadopsi program pendidikan-ganda (dual system). Program dibentuk dengan menggunakan model Inovasi Quadruple Helix, dimana dalam prosesnya melibatkan instansi dan institusi, ranah penelitian, sektor usaha dan bisnis dan juga warga negara yang peduli – untuk menjawab tantangan “speed and flexibility” pada pembentukan tenaga kerja terampil dan produktif.
Dalam melaksanakan edukasi vokasi di Sumatera Barat, WG-VE YIJ bekerjasama dengan Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit/Centrum für International Migration und Entwicklung (GIZ/CIM) yang bertempat di Kantor GIZ/CIM di Jakarta.
Workshop ini dibuka oleh Wakil Direktur Utama GIZ Zulazmi, dan Ketua Kadin Komite Jerman Dr. Ilham Habibie, Direktur Utama Yayasan Indonesia Jerman Anis Daud, serta dihadiri oleh Perwakilan Pemerintah Kota Padang, Pemerintah Kota Payakumbuh, Universitas Bung Hatta Padang dan Sekolah Fajar Hidayah Padang Japang.
Tujuan Workshop, menurut Lilly Wasitova ini untuk memulai proyek percontohan kerjasama antar pemangku kepentingan dari Sumatera Barat dalam menjalankan turunan pendidikan vokasi yang berbasis pada pencapaian hasil.
“Proyek Percontohan (Pilot Project) dijalankan selama enam bulan dengan melakukan pembelajaran ekstensi menggunakan Dual System baik bagi lulusan SMA/SMK setara dan bagi UMKM. Proporsi dan kurikulum akan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah dan penyediaan konsultasi dengan ahli TVET (Technical and Vocational Education and Training) dari Jerman,” ujar Lilly.
KADIN, diurai lebih lanjut, merupakan salah satu kontributor utama untuk menjembatani kebutuhan sektor industri. Untuk program ToT (Training of Trainer) dapat dilakukan secara paralel dibawah supervisi tenaga ahli Indonesia yang tergabung dalam TVET Experts / Returning Experts dan juga jika dibutuhkan German Senior Experts dengan kerja sama yang erat untuk mengukur KPI (Key Performance Indicator) yang konsisten dengan standar Kementerian Perindustrian, Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Pendidikan Nasional.
WG-VE sendiri adalah suatu wadah dibawah naungan Yayasan Indonesia Jerman yang terdiri dari alumni dari Perguruan Tinggi Jerman yang telah berpengalaman sekolah, hidup dan bekerja di Jerman dan sangat sangat peduli dan prihatin dengan kondisi rata-rata lulusan pendidikan dasar di Indonesia yang masih belum memiliki keterampilan dasar untuk dapat mandiri dan berdaya saing tinggi, terutama dengan adanya kesenjangan SDM siap pakai yang cukup signifikan di berbagai lini, terutama dalam menghadapi persaingan dengan dengan negara-negara tetangga kita dalam konteks MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN).