Putusan PTUN Jakarta, HTI: Semua Pihak yang Mendukung Kedzaliman Untuk Segera Bertobat
Menolak putusan hakim PTUN tersebut, karena putusan tersebut berarti telah mensahkan kedzaliman
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan wartawan tribunnews.com, Wahyu Firmansyah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menghasilkan penolakan gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terhadap putusan pemerintah yang mencabut status BHP HTI.
Menanggapi hal tersebut Jurubicara HTI, Muhammad Ismail Yusanto menyampaikan sikap terhadap penolakan gugatan.
Pertama menolak keputusan hakim PTUN karena keputusan tersebut mengesahkan kedzaliman yang dibuat oleh pemerintah.
"Menolak putusan hakim PTUN tersebut, karena putusan tersebut berarti telah mensahkan kedzaliman yang dibuat oleh pemerintah," ujar Ismail di Kantor HTI, Tebet, Jakarta, Selasa (8/5/2018).
Ismail mengatakan putusan pencabutan status BHP HTI yang dilakukan pemerintah adalah sebuah kedzaliman, karena tidak jelas atas dasar kesalahan HTI apa putusan itu dibuat.
"Seluruh yang dikatakan oleh pemerintah tentang alasan pembubaran HTI adalah asumsi yang tidak pernah dibuktikan secara obyektif di pengadilan, mestinya, kedzaliman itu harus dihentikan, Tapi yang terjadi justru dilegalkan," katanya.
Ismail mengatakan jika HTI berketetapan untuk melawan keputusan itu dengan mengajukan banding.
Ismail juga mengatakan keputusan hakim PTUN yang mempermasalahkan kegiatan dakwah sama saja mempermasalahkan kewajiban Islam.
"Putusan hakim PTUN telah nyata-nyata mempersalahkan kegiatan dakwah HTI yang menyebarkan pemahaman tentang syariah dan khilafah, itu sama artinya, mempersalahkan kewajiban Islam dan ajaran Islam, sebuah tindakan yang tidak boleh dibiarkan begitu saja," katanya.
Ismail mengingatkan untuk semua pihak yang mendukung kedzaliman untuk segera bertobat.
"Kepada semua pihak yang telah turut serta berbuat dzalim dan mendukung kedzaliman ini diserukan untuk segera bertobat sebelum datang pengadilan yang hakiki di hadapan Allah SWT kelak di Akhirat," katanya.