Mantan Jaringan Islamiyah Beberkan Alasan Bomber Ajak Anak dalam Aksi Bunuh Diri
Nasir yang juga mengajar istri-istri teroris menjelaskan banyak keluhan ketika tetangga mengerti suaminya teroris.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan pimpinan jaringan Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas mengatakan pelaku teror bom yang membawa keluarga, merupakan hal baru.
Pasalnya, saat ini stigma teroris adalah masuk surga secara bersama dengan anggota keluarga lainnya. Tidak hanya ayah atau ibunya, anak-anak mereka juga harus masuk surga.
"Stigma mereka saat ini, bapak masuk surga, anak juga harus masuk," katanya di Jakarta, Senin (14/5).
Bukan tanpa alasan hal itu berada di benak mereka. Nasir yang juga mengajar istri-istri teroris menjelaskan banyak keluhan ketika tetangga mengerti suaminya teroris.
Ada pengasingan dari masyarakat terhadap mereka, juga anak-anaknya.
Sehingga, mereka berpikir untuk ikut melakukan aksi jihad sesuai dengan kepercayaan yang diyakini selama ini.
Hal lain, pelibatan keluarga diyakini lebih efektif karena adanya saling percaya. Dengan demikian, tidak ada informasi yang menyebar ke pihak lain. Meski, organisasi teroris dinilai sudah seperti organisasi intelejen yang tertutup.
"Mereka ini kan organisasi tertutup. Sama seperti intelejen. Kalau tidak percaya, akan sulit," tuturnya.
Pengamat terorisme, Al Chaidar juga menjelaskan membawa keluarga oleh seorang teroris. Tak terbayangkan olehnya ketika seorang ibu sedang menggendong anaknya untuk dijadikan prajurit pelaku perang.
"Teroris keluarga ini adalah hal yang baru. Tidak terbayangkan mereka mengorbankan anaknya sendiri untuk memusuhi atau memerangi tetangga mereka," tukasnya.
Bom yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo pada 13-14 Mei 2018 diketahui, merupakan teror yang dilakukan oleh tiga keluarga.
Data yang dimiliki Tribun, kejadian di tiga gereja di Surabaya dilakukan oleh satu keluarga, yakni Dita Oepriarto (ayah), Puji Kuswati (ibu) dan empat orang anaknya.
Kejadian di Rusun Wonocolo, Sidoarjo juga dilakukan oleh satu keluarga atas nama Anton Febrianto (ayah), Puspita Sari (47), serta empat anak Anton, LAR, AR, FP, dan GHA. Belum sampai di situ, kejadian di Mapolrestabes Surabaya juga dilakukan oleh satu keluarga.
Bahas Defenisi Ketika Dihujani Bom
Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Ansyaad Mbai mengatakan sebuah hal yang kontras.
Ketika teroris sudah menghujani Surabaya dan Sidoarjo dengan bom bunuh diri, sementara pemerintah dan DPR belum selesai membahas defenisi kata Terorisme dalam RUU Terorisme.
Hal itu juga menanggapi atas kehadiran sekjen dan fraksi partai pendukung Jokowi di Rumah Dinas Menkopolhukam, Wiranto pada Senin (14/5) pagi.
"Ketika kita sedang dihujani bom, DPR dan pemerintah masih sibuk urus defenisi Terorisme. Alangkah bodohnya kita kalau masih berkutat di masalah defenisi," katanya.
"Kapan kita bisa melawan terorisme kalau masih yang dibahas soal definisi?" lanjutnya.
Dia mengaku, hingga saat ini belum ada defenisi yang pasti mengenai terorisme. Tetapi, pemerintah dan DPR seharusnya bisa sepakat mengenai sebuah kriteria terorisme.
Apabila terus menerus hanya berpikir mengenai defenisi tidak akan kunjung selesai. Terlebih, nilai dia, masing-masing fraksi memiliki kepentingannya sendiri.
"Satu jam bisa jadi kalau mau sepakat. Tidak usah bahas defenisi. Bahas saja kriteria. Selesai, jadi undang-undang," tegasnya.
Baca: Pasutri Bawa Kabur Uang Sewa Ruko Milik Rekannya Rp 250 Juta untuk Kontrak Rumah dan Beli Sabu
Menkopolhukam, Wiranto usai pertemuan di rumah dinasnya mengatakan, masalah defenisi sudah selesai. Begitupun dengan pelibatan TNI yang menjadi isu krusial RUU tersebut. Nantinya, pembahasan dapat dilakukan secara cepat.
Hanya saja, dirinya enggan menyebutkan definisi yang kemudian disepakati oleh pemerintah dan DPR. Kata dia, itu adalah hal teknis yang tidak perlu menjadi diskusi masyarakat.
"Itu sangat teknis sekali. Intinya sudah selesai. Pemerintah dan DPR sudah sepakat," tegasnya.
Sekjen PKB, Abdul Kadir Karding yang mengatakan, sebelumnya hanya pemerintah yang tidak sepakat mengenai defenisi terorisme di dalam RUU. Namun begitu, saat ini kedua belah pihak sudah sepakat untuk menentukan dua isu tersebut.
"Baru saja kita sepakati. Dua-duanya sekarang sudah oke baik pemerintah maupun DPR. Nanti kita minta Pak Wiranto juga bisa ajak fraksi lain," jelasnya usai pertemuan.
Soal apa saja yang disepakati, Karding enggan menjawab lebih lanjut. Kata dia, kepentingan dua belah pihak sudah terakomodir.
"Dua-duanya sudah diakomodasi. Tidak hanya satu pihak saja. Sebenarnya kalau DPR sih sudah tidak ada masalah," terangnya.