Jaksa Jawab Pledoi Alfian Tanjung soal Legal Standing Pelapor hingga Bukti yang Dianggap Tidak Sah
"Saksi selaku Sekjen Partai PDIP memiliki tanggung jawab untuk menjaga martabat dan kehormatan partai begitu juga pada anggota partai lainnya."
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Alfian Tanjung, Rabu (16/5/2018) kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Agenda sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum membacakan jawaban (Replik) atas pledoi atau nota pembelaan tim penasihat hukum dan terdakwa Alfian Tanjung di sidang sebelumnya, Rabu (2/5/2018).
Baca: Beredar Surat yang Ditemukan di Pakaian Terduga Teroris yang Serang Polda Riau
Dalam pledoi kubu kuasa hukum Alfian Tanjung mempersoalkan yang melaporkan terdakwa adalah pengacara Tanda Perdamaian Nasution berdasarkan surat kuasa tanggal 1 Februari 2017 yang diberikan oleh saksi Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP tanpa mendapat kuasa dari Ketua Umum.
Sedangkan baik dalam Anggaran Dasar (AD) maupun Anggaran Rumah Tangga (ART) tidak mengatur atau tidak ditemukan kewenangan Sekjen untuk melakukan langkah-langkah hukum keluar mewakili partai maupun ketua umum.
Menjawab itu, Jaksa Reza Murdani menuturkan, menurut keterangan saksi Hasto Kristiyanto sebelum melaporkan terdakwa pada 5 Februari 2017, saksi sudah berkonsultasi dengan pimpinan partai dan beberapa ulama sehingga sepakat untuk melaporkan terdakwa.
"Saksi selaku Sekjen Partai PDIP memiliki tanggung jawab untuk menjaga martabat dan kehormatan partai begitu juga pada anggota partai lainnya. Hal ini sesuai dengan AD/ARD anggota partai memiliki tanggung jawab menjaga kehormatan dan martabat partai. Sebagaimana bunyi Pasal 108 ayat 1 KUHP," terang Jaksa Reza Murdani.
Dari ketentuan Pasal 108 ayat 1 KUHP itu, diungkap Jaksa Reza Murdani, Hasto Kristiyanto memiliki legal standing sebagai pelapor dalam perkara ini karena saksi merupakan saksi yang melihat langsung tulisan terdakwa yang berkonten penghinaan secara online.
Saksi juga merupakan kader PDIP selaku Sekjen dan saksi yang membuat surat pengaduan yang terlampir dalam berkas perkara untuk meminta penyidik memproses secara hukum terdakwa atas tulisannya pada akun Twitter milik terdakwa.
Mengenai alat bukti yang diajukan jaksa dinilai tidak sah, ditegaskan jaksa Reza Murdani alat bukti itu sudah sah sesuai ketentuan pasal 184 ayat 1 KUHP.
Yang menjadi obyek perkara ini adalah cuitan terdakwa pada akun twitternya dengan nama akun @Alfiantmf bukan mengenai proses pemeriksaan barang bukti.
"Berdasarkan fakta persidangan yang telah kami tuangkan dalam surat tuntutan yaitu : berdasarkan keterangan terdakwa bahwa benar terdakwa memiliki nama akun @Alfiantmf fan benar terdakwa meminta tolong pada anaknya yang bernama Iqbal untuk menulis kalimat "PDIP yang 85 persen isinya kader PKI mengusung cagub Anti Islam" di akun Twitter terdakwa tersebut," lanjutnya.
Menurut keterangan ahli hukum ITE, Muhammad Salahudien, menjelaskan bahwa untuk barang bukti yang ada dalam perkara ini sudah termasuk menjadi alat bukti yang sah sesuai dengan bunyi Pasal 5 UURI No 11 tahun 2008 tentang ITE artinya barang bukti print out yang disita dari saksi pelapor, Tanda Perdamaian, dimana telah dibenarkan oleh saksi dan terdakwa sendiri.
"Terkait nota pembelaan terdakwa tidak kami jawab karena tidak membahas fakta persidangan yang kami tuangkan dalam surat tuntutan," tambah Jaksa Reza Murdani.
Sebelumnya, Alfian didakwa melanggar pasal 310 dan pasal 311 KUHP Jo Pasal 27 dan 28 UU ITE, melakukan pencemaran nama baik dengan menggunakan media elektronik.
Baca: Kesaksian Wartawan Kompas yang Sempat Berpapasan dengan Pelaku Penyerangan Polda Riau
Dia juga telah dituntut pidana penjara selama tiga tahun serta hukuman denda Rp 100 juta subsider 3 bulan penjara. Tuntutan itu dibacakan jaksa pada sidang Rabu (25/4/2018) lalu.
Dalam pledoinya yang kurang dari 25 halaman, Alfian Tanjung mohon keadilan dan keringanan hukuman pada hakim. Mengisi pledoinya, dia juga sempat memutarkan film dan membaca puisi.