Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mantan Komandan NII Ungkap Pergeseran Modus Teroris di Indonesia Lewat Sosial Media

"Ini memicu orang melakukan aksi-aksi tadi. Peran media sosial cukup signifikan dalam aksi terorisme ini. Opini publik berawal dari sana,"

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Mantan Komandan NII Ungkap Pergeseran Modus Teroris di Indonesia Lewat Sosial Media
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ilustrasi. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejahatan terorisme marak di sejumlah wilayah di Indonesia.

Diawali dari Mako Brimob Kelapa Dua, berlanjut di Surabaya, Sidoarjo, dan Riau.

Mantan Komandan Negara Islam Indonesia Ken Setiawan sekaligus pendiri NII Crisis Center mengatakan, rentetan kejahatan terorisme yang terjadi selama dua pekan terakhir ada yang direncanakan dan acak.

Menurut Ken, kejahatan bom dan teror beruntun ini berasal dari kerusuhan di Markas Komando Brimob, Depok, Jawa Barat.

Baca: 6 Hal Ini Jadi Topik Pembahasan Dalam Rapat Bersama Menko PMK Terkait Pengamanan Asian Games

Teror merembet ke sejumlah daerah, misal rentetan bom di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur.

28 orang tewas dan 57 orang terluka dalam peristiwa tersebut.

Para pelaku kejahatan bom dan teror, ucap Ken, memanfaatkan media sosial semisal YouTube sebagai ajang memperkuat iman mereka.

Baca: Terduga Teroris di Cirebon Disergap saat Isi Ulang Air Galon

Berita Rekomendasi

"Termasuk dengan metode-metode membuat aksi bom," ujar Ken saat dihubungi Tribunnews, Kamis (17/5/2018).

Paham-paham radikal tersebar melalui ranah media sosial.

Melalui broadcast-broadcast di grup-grup WhatsApp.

Berita-berita bohong lebih cepat tersebar dengan berita yang berdasarkan fakta.

Baca: Sandiaga Yakin Pelepasan Saham PT Delta Djakarta Tidak Pengaruhi PAD Jakarta

"Ini memicu orang melakukan aksi-aksi tadi. Peran media sosial cukup signifikan dalam aksi terorisme ini. Opini publik berawal dari sana," kata Ken.

Pergerakan para pelaku teror mengalami pergeseran modus operandi.

Mereka tak perlu lagi menunggu instruksi dari seorang komandan kelompok.

Kini, para teroris bergerak secara acak.

Baca: Pemprov DKI Berencana Kembali Menaikan Tarif Parkir Di Jakarta

"Ini bahaya karena mereka bisa melakukan kapan dan di mana saja," ucap Ken.

Intoleransi menjadi pintu masuk awal radikalisme.

Menurut Ken, para pelaku teror menganggap paham yang mereka yakini paling benar, sementara yang lain salah.

"Yang berbeda paham diyakini mereka kafir. Itu pintu awal orang akan berbuat radikal," tuturnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas