Idrus Marham Diperiksa KPK Untuk Telusuri Aliran Dana Bakamla
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap Menteri Sosial, Idrus Marham.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap Menteri Sosial, Idrus Marham.
Politikus Partai Golkar tersebut diperiksa untuk tersangka kasus dugaan suap pengurusan anggaran pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang berasal dari APBN-P tahun anggaran 2016.
Baca: Jokowi Jawab Isu PKI Hingga Tuduhan Anak Orang Singapura
"KPK membutuhkan keterangan yang bersangkutan sebagai saksi untuk tersangka FA (Fayakhun Andriadi) untuk mengklarifikasi informasi aliran dana terkait proses pembahasan anggaran Bakamla RI di DPR," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (21/5/2018).
Selain Idrus, penyidik KPK pernah memanggil politikus Partai Golkar lainnya, yakni Yorrys Raweyai.
Sedianya Idrus Marham diperiksa pada pekan lalu.
Baca: Komisioner KPK Malaysia: Najib Akan Kena Sanksi Hukum Bila Tak Penuhi Panggilan Besok
"Ini merupakan penjadwalan ulang dari rencana pemeriksaan sebelumnya di 14 Mei 2018 lalu," jelas Febri.
Terkait kasus ini, KPK telah menetapkan Fayakhun Andriadi selaku anggota Komisi I DPR diduga menerima fee atau imbalan atas jasanya mengurus anggaran Bakamla senilai Rp1,2 triliun atau sebesar Rp12 miliar.
Selain itu, Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta itu juga diduga menerima uang US$300 ribu.
Baca: BJ Habibie: Reformasi di Indonesia Berjalan Sesuai Rencana Tetapi Sasarannya Masih Jauh
Uang tersebut diduga diterima Fayakhun dari Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah melalui anak buahnya Muhammad Adami Okta secara bertahap sebanyak empat kali.
Penetapan Fayakhun sebagai tersangka didasarkan atas alat bukti berupa keterangan saksi, surat-surat, barang elektronik dan fakta persidangan dari beberapa terdakwa lainnya.
Atas perbuatan tersebut, Fayakhun disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.