Keponakan Setya Novanto Mulai Bernyanyi, Sebut Jatah untuk Nurhayati hingga Mekeng-Markus
Saat menjadi saksi perkara korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Anang Sugiana, Irvanto mengungkapkan, menyerahkan uang kepada lebih 10 politikus.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keponakan mantan Ketua DPR Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, mulai berani membeberkan orang-orang yang diduga menerima aliran dana korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP).
Saat menjadi saksi perkara korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa pengusaha Anang Sugiana Sudihardjo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/5/2018) Irvanto mengungkapkan, menyerahkan uang kepada lebih 10 politikus di DPR.
Seorang di antaranya anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat yang kini menjadi Wakil Ketua Umum partai berlambang Mercy tersebut, Nurhayati Ali Assegaf.
Irvanto menyebut aliran dana untuk politikus perempuan yang kini menjadi Wakil Ketua Umum partai berlambang Mercy, Nurhayati Ali Assegaf, adalah sebesar 100 ribu Dolar AS.
Selain Nurhayati, Irvanto menyebut beberapa nama yang sudah pernah disampaikannya dan sebagian besar sudah diperiksa KPK sebagai saksi.
Baca: AHY: Teroris Musuh Bersama, Harus Dihadapi Seluruh Elemen Bangsa
"Rinciannya, USD 1 juta untuk Chairuman (Harahap); pertama 500 (ribu USD) berikutnya 1 juta (USD), terus ke Pak (Melchias Marcus) Mekeng USD 1 juta, terus ke Pak Agun (Gunandjar) USD 500 ribu dan USD 1 juta, terus Jafar (Hafsah) USD 100 ribu, ke Ibu Nur (Ali) Assegaf USD 100 ribu," kata Irvanto di persidangan.
Irvanto mengaku banyak menyerahkan uang proyek e-KTP. Penyerahan uang itu dicatatnya dalam sebuah buku.
"Saya lupa beberapa, tapi saya ada catatannya, sudah saya ajukan juga pengajuan JC (justice collaborator) saya," akunya.
Irvanto mengaku penyerahan uang dilakukannya bersama Made Oka Masagung (orang kepercayaan Novanto).
Selain itu, Irvanto mengaku sudah melaporkan penyerahan uang itu kepada pamannya, Novanto.
Irvanto mengaku menyerahkan uang itu di lantai 12 gedung DPR RI.
Ia berdalih melakukan penyerahan uang itu atas perintah dari Andi Narogong, salah satu terpidana kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP.
"Saya mendapat perintah Pak Andi, membawa USD 1 juta ke lantai 12. Di ruang itu ada Mekeng dan Markus Nari. Saat itu beliau (Setnov) sedang ada tamu, setelah saya membawa uang saya lapor ke beliau kalau saya diperintahkan Andi untuk bawa uang ini. Kata beliau langsung aja serahkan ke Pak Mekeng dan Pak Markus,” katanya.
Baca: Hasil Olah TKP: Kecelakaan Truk yang Tewaskan 12 Orang Bukan Karena Rem Blong
Setelah mendengarkan pernyataan dari Irvanto, majelis hakim menanyakan serta memastikan kepada Irvanto apabila uang itu benar diberikan olehnya, lalu diserahkan kepada Mekeng dan Markus.
"Iya saya menyerahkan langsung kepada yang bersangkutan," jawab Irvanto.
Semula, Irvanto tidak mengetahui uang itu diserahkan untuk siapa. Dia menegaskan hanya menyerahkan kepada Markus yang duduk bersebelahan dengan Novanto.
"Kebetulan mereka duduk bersebelahan, itu USD 1 juta itu. Untuk mereka berdua, saya tidak tahu peruntukan, saya hanya diperintahkan," kata Irvanto.
Di kasus tersebut, dia menegaskan, perannya hanya sebatas kurir yang dimintai bantuan oleh Andi Narogong untuk mengantarkan uang.
"Saya hanya diperintahkan Pak Andi, sebagai kurir saja," tegasnya.
Irvanto merupakan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera sekaligus mantan Ketua Konsorsium Murakabi yang juga menjadi tersangka dalam skandal kasus megakorupsi e-KTP.
Ia juga diduga berperan menjadi penampung untuk jatah uang korupsi e-KTP Setya Novanto.
Sedangkan Anang Sugiana Sudihardjo adalah Direktur Utama PT Quadra Solutions yang juga terlibat dalam proyek e-KTP.
Perusahaan yang dipimpinnya ambil bagian dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) yang memenangkan lelang proyek KTP berbasis elektronik, e-kTP, pada 2010-2012.
Keduanya diduga turut menyetorkan sejumlah dana kepada politikus di DPR dan di Kemendagri untuk memuluskan mendapatkan garapan proyek bernilai sekitar Rp 5,9 triliun tersebut.
Pengakuan Irvanto dikuatkan dengan pengakuan pamannya, Setya Novanto yang juga dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan Anang Sugiana ini.
Novanto kembali menceritakan tentang pertemuan-pertemuan yang membahas fee anggaran proyek e-KTP.
Menurutnya, pembagian fee diatur oleh Andi Agustinus alias Andi Narogong dan disaksikan langsung oleh mantan anggota DPR sekaligus Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin.
Awalnya, Andi bertemu dengan Ade Komarudin, Melchias Marcus Mekeng, Tamsil Linrung, Mirwan Amir, M Nazaruddin, dan Olly Dondokambey di ruang sekretaris Fraksi Golkar di DPR.
Saat itu, mereka membahas APBN 2010-2011.
"Iya fee-nya di situ Saudara Andi disaksikan Nazaruddin itu di sana, mungkin sudah terjadi pembagian-pembagian fee," ujar Novanto di persidangan.
Namun dia mengaku tidak tahu siapa saja yang menerima pembagian fee tersebut.
Belakangan, ketika bertemu dengan keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Novanto baru tahu ada uang ke Mekeng dan Markus Nari.
"Saat ketemu ponakan saya (Irvanto) itu ponakan saya mengatakan bahwa telah menyerahkan uang kepada Melchias Mekeng sejumlah USD 1 juta. Dan kebetulan di sana saya ada di situ, ada juga Melchias Mekeng, Markus Nari, dan Irvan ini diminta Andi menyerahkan," tutur Novanto.
Juru bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan keterangan saksi dalam persidangan akan digunakan majelis hakim untuk perkara Anang Sugiana.
Ia juga mengakui Irvanto selaku tersangka e-KTP telah mengajukan status Juctice Collaborator (JC).
Dan seluruh pengakuan dan perilakunya menjadi pertimbangan tersendiri terkait kelanjutan JC tersebut.
Pengakuan keponakan Novanto, Irvanto, mengejutkan pengurus Partai Demokrat.
Mereka tak mempercayai nyanyian Irvanto kendati disampaikan di dalam persidangan dan di bawah sumpah.
"Keterangan yang disampaikan oleh ponakan Setnov dalam persidangan tersebut tentu mengejutkan bagi kami karena selama ini nama Nurhayati tidak pernah muncul sama sekali," ujar Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum DPP PD Ferdinand Hutahaean.
"Tentu kami mempertanyakan keterangan tersebut karena baru muncul sekarang. Jangan-jangan ini cuma halusinasi saja," sebut dia.
Ferdinand juga heran mengapa bukan Novanto yang membongkar nama-nama yang dituding menikmati siraman duit e-KTP.
"Nama ini muncul justru dari ponakan Setnov, bukan dari Setnov sendiri. Ada apa ini? Ini perlu ditelusuri lebih jauh supaya tidak jadi fitnah," katanya. (Tribun Network/dtc/glery lazuardi/coz)