Alasan PDIP Tolak Frasa Motif Politik dan Ideologi Masuk Dalam Definisi Terorisme
"Tidak melulu hanya motif ideologi, politik, yang menyebabkan tindak pidana terorisme terjadi, bahkan ada motif ekonomi,"
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Pansus Revisi Undang-undang (RUU) Terorisme dari fraksi PDIP, Risa Mariska menjelaskan alasan fraksinya menolak adanya frasa motif politik, ideologi, dan gangguan keamanan dalam batang tubuh definisi terorisme.
Dalam rapat yang digelar tim Perumus Pansus RUU Terorisme tentang pembahasan definisi itu, ia mengatakan bahwa motif tersebut tidak selalu menjadi latarbelakang seseorang melakukan tindakan terorisme.
Baca: Formappi Kritik Bawaslu Hanya Proses PSI Terkait Kasus Curi Start Kampanye
Bisa saja aksi teror dilakukan dengan landasan faktor lainnya, misalnya motif ekonomi.
"Tidak melulu hanya motif ideologi, politik, yang menyebabkan tindak pidana terorisme terjadi, bahkan ada motif ekonomi," ujar Risa, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (23/5/2018).
Ia pun menampik anggapan bahwa fraksinya menolak frasa tersebut lantaran tidak ingin TNI terlibat dalam penanganan teroris.
Baca: Ungkap Sumbangsih Pembangunan Sarana dan Prasarana Peradilan, Sudiwardono Mohon Keringanan Hukuman
Menurutnya, tidak ada perdebatan terkait rencana pelibatan TNI dalam penanganan aksi teror.
"Kalau pelibatan TNI itu sudah clear dan tidak ada masalah, bahwa pelibatan TNI tanpa diatur dalam UU Terorisme itu turut terlibat, pakai UU TNI saja bisa masuk," kata Risa.
Dalam rapat tersebut, ada dua alternatif definisi yang masih akan dibahas.
Alternatif pertama adalah frasa motif politik, ideologi dan gangguan keamanan dicantumkan dalam batang tubuh definisi.
Baca: PP Pemuda Muhammadiyah Berharap DPR Tidak Terburu-buru Sahkan RUU Terorisme
Sedangkan alternatif kedua, frasa motif politik tidak perlu dicantumkan dalam definisi.
Sebanyak delapan fraksi mendukung alternatif pertama, yakni fraksi Golkar, Demokrat, Gerindra, PPP, PKS, PAN, NasDem dan Hanura.
Kemudian dua fraksi lainnya yakni PDIP dan PKB memilih alternatif kedua.