Jubir KPK Nilai Anggapan Pihaknya Lakukan Pembangkangan Birokrasi Sangat Berlebihan
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan respon pengamat hukum tersebut sangatlah berlebihan dan tidak substansial
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung bersuara atas pernyataan Pengamat hukum Umar Husin yang menganggap KPK melakukan pembangkangan pada birokrasi terkait Revisi KUHP.
Merespon hal itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan respon pengamat hukum tersebut sangatlah berlebihan dan tidak substansial.
Baca: Tolak RKUHP, Pengamat Sebut KPK Lakukan Pembangkangan Birokrasi
"Terkait dengan adanya respon berlebihan hingga tuduhan menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan pembangkangan birokrasi dari salah seorang narasumber terkait surat KPK ke presiden tentang RKUHP, kami pandang hal tersebut tidak substansial dan tidak ditemukan argumentasi yang dapat memperkuat upaya pemberantasan korupsi," ujar Febri dalam pesan singkatnya, Sabtu (2/6/2018).
Febri menjelaskan, KPK merasa perlu untuk menyampaikan jika ada resiko terhadap pemberantasan korupsi yang juga merupakan salah satu konsern dari pemerintah saat ini.
Terlebih, semua pihak mengetahui presiden sangat mengecam segala bentuk korupsi yang dilakukan
"Kenapa KPK mengirimkan surat pada presiden dan sejumlah pihak terkait karena dengan proses pembahasan UU agar dapat dipahami resiko pelemahan terhadap pemberantasan korupsi jika RKUHP seperti sekarang dipaksakan pengesahannya," ungkap Febri.
Upaya pelemahan KPK, kata Febri, sudah sering terjadi seperti wacana revisi UU KPK digagas bahkan dengan pembatasan umur dan kewenangan KPK.
Kali ini karena KPK percaya presiden memiliki itikad baik mendukung pemberantasan korupsi, maka KPK menganggap wajar jika presiden perlu mengetahui apa pandangan KPK.
Baca: Waspadai RKUHP yang Melemahkan Upaya Pemberantasan Korupsi!
"KPK sebagai penegak hukum yang selama ini menjadi instansi yang ditugaskan UU memberantas korupsi tentu wajib menyampaikan jika ada sesuatu yang memiliki risiko melemahkan KPK," terang Febri.
"Kami percaya presiden tidak dalam posisi ingin melemahkan KPK ataupun pemberantasan korupsi, karena itulah agar KUHP yang ingin disahkan tersebut tidak justru menjadi kado yang membahayakan pemberantasan korupsi atau bahkan bisa menguntungkan pelaku korupsi. Tidak sulit bagi presiden dan DPR untuk mengeluarkan pasal tipikor dari RKUHP tersebut," imbuh Febri.