Pengacara Sukmawati Galau Penyelidikan Kasus Dugaan Penodaan Agama Kliennya Dihentikan Polisi
Selain itu ia menilai bahwa bahasa "meng-SP3-kan" kasus Sukmawati yang beredar di masyarakat tidaklah tepat.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara Diah Mutiara Sukmawati Soekarnoputri, Petrus Selestinus mengaku galau ketika mengetahui bahwa penyelidikan kasus dugaan penodaan agama kliennya dihentikan kepolisian pada Minggu (17/6/2018).
Salah satu penyebab kegalauan tersebut adalah waktu pengumuman penghentian penyelidikan kasus dugaan penodaan agama kliennya hampir bersamaan dengan penerbitan SP3 terhadap kasus dugaan chat pornografi Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab pada Rabu (13/6/2018) lalu.
"Pertama kita agak galau ya dengan istilah SP3 untuk Ibu Sukma. Pertama kenapa diberikan pada saat yang bersamaan dengan SP3 (Surat Penghentian Penyelidikan Perkara)-nya Rizieq Shihab," kata Petrus saat dihubungi Tribunnews.com pada Senin (18/6/2018).
Selain itu ia menilai bahwa bahasa "meng-SP3-kan" kasus Sukmawati yang beredar di masyarakat tidaklah tepat.
Hal itu karena secara hukum Sukmawati tidak pernah ditetapkan sebagai tersangka dan proses hukumnya belum masuk ke tahap penyidikan atau pemeriksaan.
Sementara menurutnya, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak mengenal SP3 jika proses perkara masih di tingkat penyelidikan dan belum naik ke tahap penyidikan.
Menurutnya istilah SP3 terhadap kasus kliennya mengesankan bahwa status hukum Sukmawati sama dengan Rizieq yang sudah ditetapkan tersangka sebelum akhirnya kepolisian menerbitkan SP3.
"SP3 itu mengesankan bahwa status Ibu Sukma itu sama dengan Rizieq Shihab, sama-sama tersangka yang penyidikannya dihentikan. Jelas ini merugikan Ibu Sukma dan penegakan hukum yang jadi kacau dengan penyebutan istilah-istilah itu," kata Petrus.
Petrus juga menambahkan, kepolisian yang mempublikasikan penghentian penyelidikan dalam kasus kliennya dan menerbitkan SP3 kasus Rizieq menimbulkan wacana yang beredar soal barter atau kompromi antara pihak Sukmawati yang pernah melaporkan Rizieq karena diduga menodai Pancasila beberap waktu lalu di Jawa Barat.
"Nah tetapi kenapa ini harus diekspose, dipublikasikan dengan waktu yang hampir bersamaan dengan SP3 Rizieq, kesan publik itu ini ada barter, ini ada kompromi. Ini yang kita tidak mau," kata Petrus.
Menurut kliennya, meski pernah ada pihak-pihak tertentu yang menawari dirinya untuk barter atau berkompromi terkait dua kasus tersebut dalam rentang waktu antara dugaan kasus penodaan lambang negara oleh Rizieq dihentikan dan demonstrasi di Bareskrim Polri untuk mendesak pengungkapan dugaan kasus penodaan agama Sukmawati, kliennya itu langsung menolak.
"Karena kemarin saja waktu SP3 laporan Ibu Sukma di Jawa Barat tentang dugaan penodaan lambang negara dihentikan, kemudian muncul kasus Puisi Ibu Indonesia yang diramaikan demo di Bareskrim, pada saat yang bersamaan ada utusan yang datang meminta kepada Ibu Sukma, bagaimana ini barter? Ibu Sukma langsung menolak," kata Petrus.
Petrus enggan menyebutkan siapa yang dimaksud dengan pihak tertentu tersebut karena menurutnya tidak etis.
Meski begitu, Petrus mengungkapkan terimakasih kepada kepolisian yang telah menghentikan penyelidikan kasus dugaan penodaan agama kliennya.
Terkait SP3 untuk dua kasus Rizieq, Petrus mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa menyalahkan Rizieq karena memang hal tersebut merupakan haknya.
"Kita tidak bisa salahkan Rizieq soal ini karena itu memang haknya dia, dia punya hak untuk mendapatkan SP3, dia menempuh upaya normal, bahkan juga mungkin kalau tidak dikasih dia bisa ajukan pra peradilan. Itu hak dia, dan itu normatif. Dia tidak salah," kata Petrus.