Pergerakan TGB Mengubah Konstelasi Politik Nasional
Namun, ia mengatakan, tokoh tersebut merupakan tokoh yang memiliki reputasi dan akan melengkapi kepemimpinan Jokowi.
Penulis: Achmad Subechi
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Bursa calon presiden dan wakil presiden di Pilpres 2019 sudah mulai menunjukan titik terang.
Calon kuat Pilpres 2019, Jokowi, Sabtu (7/7) lalu menegaskan bahwa dirinya sudah memiliki nama cawapres yang akan mendampingi di Pilpres 2019. Ia akan mengumumkannya pada waktu yang tepat.
"Pada saat yang tepat nanti akan kita umumkan. Tunggu. Ini kan tinggal nunggu berapa hari, masak nggak sabar," kata Jokowi di JIExpo Kemayoran, Jakpus.
Penjelsan Jokowi itu diamini Partai Nasdem. Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Jhony Plate mengatakan bahwa nama cawapres Jokowi yang masih dirahasiakan itu adalah sosok pendamping yang hebat.
"Pasti membuat gempar Indonesia karena itu tokoh yang cocok untuk Indonesia 2019-2024," ujarnya di Kantor DPP Nasdem, Jakarta, Senin (9/7/2019).
Nasdem meyakini, cawapres Jokowi tidak akan memecah partai koalisi Jokowi di Pilpres 2019. Justru, kata Jhony, nama tersebut akan diterima oleh seluruh parpol pendukung Jokowi.
Jhony masih menutup rapat nama Cawapres Jokowi. Namun, ia mengatakan, tokoh tersebut merupakan tokoh yang memiliki reputasi dan akan melengkapi kepemimpinan Jokowi.
"Ini tokoh prominent, makanya kami harus menjaga reputasinya," kata Jhony sambil menambahkan sang tokoh yang namanya sudah di kantong Jokowi itu memiliki reputasi atau track record yang baik.
Bagaimana dengan sikap partai pengusung Jokowi, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto juga menjelaskan sampai saat ini dirinya belum bisa memberikan informasi lebih rinci mengenai kapan calon wakil presiden Jokowi akan diumumkan.
Pengumuman menunggu waktu yang tepat. "Istilahnya Ibu Megawati Soekarnoputri menunggu cuaca yang cerah terlebih dahulu," ujar Hasto.
Ia menuturkan, Megawati mengibaratkan waktu yang tepat tersebut dengan cuaca yang baik. Pengumuman capres dan cawapres harus dilakukan ketika matahari terbit dan suasana cerah yang membangun harapan, bukan ketika matahari yang tenggelam.
"Karena yang kita umumkan adalah pasangan calon pemimpin bangsa, pemimpin rakyat Indonesia, pemimpin yang punya tanggung jawab besar untuk menakhodai kapal besar yang namanya Indonesia itu," sebut Hasto.
Ketum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy mengatakan bahwa sudah ada 10 nama bakal cawapres di kantong Jokowi.
Bahkan, nama-nama itu sudah disosialisasikan ke ketum parpol pengusung Jokowi di Pilpres 2019.
"Sudah ada di kantong Beliau itu kurang dari sepuluh nama yang sudah diinformasikan kepada ketum partai yang sudah tegas mengusung Pak Jokowi yaitu PDIP, Golkar, PPP, NasDem, Hanura," kata Romahurmuziy (Rommy) kepada wartawan di kantor DPP PPP, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Senin (9/7/2018).
Kesepuluh nama itu menurut Rommy berlatar belakang politikus, cendekiawan, purnawirawan TNI/Polri, teknokrat dan profesional.
Siapa mereka, Rommy masih belum buka suara. Rupanya, nama sang cawapres masih sangat rahasia.
"Nama-nama tersebut pada saatnya akan kita bahas dan duduk bersama meskipun akhir-akhir ini ketum partai diminta untuk melakukan penilaian terhadap nama-nama itu. Saat ini kami masih terus mencermati nama-nama tersebut meminta masukan dari para ulama meminta pandangan dari dewan pimpinan wilayah untuk respons 10 nama itu bagi masyarakat untuk memudahkan PPP dalam untuk menyukseskannya nanti," papar Rommy.
***
BELUM lama ini Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) M Zainul Majdi atau akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB) tiba-tiba menyampaikan dukungan terhadap Presiden Joko Widodo untuk kembali memerintah pada periode ke dua.
TGB menyatakan keputusannya mendukung Jokowi melalui pertimbangan yang berkaitan dengan kemaslahatan bangsa, umat dan akal sehat.
"Saya mendoakan beliau, saya mendukung beliau untuk dua periode," ujar TGB saat ditemui usai pengajian di Masjid Istiqlal Jakarta, Ahad 8 Juli 2018.
Alasannya, Jokowi pantas dan layak untuk melanjutkan dua periode kepemimpinannya untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum terselesaikan.
"Saya saja untuk daerah NTB membutuhkan dua periode, sepantasnya dan selayaknya Pak Jokowi meneruskan dan menyelesaikan apa yang masih dikerjakan dengan dua periode," ujarnya.
Sikap TGB Zainul Majdi itu tentu membuat kaget para elite Partai Demokrat. Apalagi sampai saat ini Partai Demokrat belum menentukan sikapnya dalam Pilpres 2019.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan, akan ada sanksi bagi setiap kader yang melenceng dari kebijakan partai.
"Sanksi pasti ada karena itu akan dibahas oleh dewan kehormatan," ujar Syarief ketika ditemui di Gedung DPR RI, Senin (9/7).
Tahun 2014 lalu, TGB tercatat sebagai ketua tim pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada pilpres 2014.
Ia berhasil membantu Prabowo-Hatta menang telak di NTB dengan perolehan suara 1,84 juta atau sekitar 72,45 persen. Suara itu jauh meninggalkan perolehan suara Jokowi-JK yang hanya meraih 27,54 persen.
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, ikut angkat bicara soal manuver TGB. Ia tidak melihat dukungan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) TGB Zainul Majdi kepada Presiden Joko Widodo untuk maju lagi pada Pilpres 2019 menjadi ancaman bagi pihaknya.
"Begini ya, masak satu orang ancaman. Kita ini berjuang untuk rakyat. Rakyat itu sekian ratus juta kita hormati, semua juga, itu demokrasi. Silakan dukung siapapun, asal aturannya baik," kata Prabowo di kediamannya di Jakarta Selatan, Sabtu (7/7/2018).
Prabowo yakin dukungan TGB kepada Jokowi tak akan mempengaruhi suara massa Islam.
Menurutnya, masih banyak tokoh yang menjadi panutan, salah satunya Amien Rais. "Kita ada Amien Rais, Sudrajat, ada ustad Sambo nih," pungkasnya.
Tak mau ketingggalan, Amiens Rais, politisi kelas kakap yang telah mewarnai perjalanan Indonesia, juga ikut bicara.
Politikus senior Partai Amanat Nasional itu, mengajak publik untuk bersama-sama mendoakan sebagian umat dan tokoh yang berubah haluan.
Seruan Amien itu disampaikan dalam sebuah rekaman video yang diunggah di akun Instagramnya, amienraisofficial.
Amien memulai seruannya dengan menyatakan ada fenomena sebagian umat dan tokoh yang membingungkan karena berubah posisi.
Dia menyebut para tokoh itu berubah posisi dari yang dianggap sudah benar, sesuai hidayah Allah, ke posisi yang menimbulkan pertanyaan.
"Nah, untuk mereka kita doakan mereka kembali ke jalan hidayah, jalan yang dibimbing oleh Allah," ujar Amien dalam rekaman video tersebut.
Sambil mendoakan tokoh-tokoh yang berubah haluan, Amien juga mengajak umat berdoa memohon agar tidak ikut-ikutan berubah haluan seperti sebagian tokoh tersebut.
"Sementara kita sendiri, kita bentengi agar kita tidak ikut-ikutan," ujar dia.
***
DUKUNGAN TGB kepada Jokowi, memunculkan isu bahwa TGB bakal jadi calon wakil presiden mendampingi Jokowi.
Benarkah? Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto tidak bersedia berkomentar soal hal itu.
Ia hanya mengatakan bahwa dukungan TGB kepada Jokowi merupakan hal positif buat keduanya. "Apa yang dilakukan oleh Gubernur NTB itu suatu yang baik," ungkap Hasto di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Senin (9/7/2018).
Siapa M Zainul Majdi atau akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB)? TGB memiliki berderet=deret gelar. Nama lengkapnya, Dr Muhammad Zainul Majdi Lc MA.
Ia lebih akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB). Lahir di Pancor, Selong, 31 Mei 1972. Usianya baru 46 tahun.
Menjabat Gubernur Nusa Tenggara Barat 2 periode, masa jabatan 2008-2013 dan 2013-2018.
Pada periode pertama dia didampingi oleh Wakil Gubernur Badrul Munir dan pada periode kedua didampingi oleh Wakil Gubernur Muhammad Amin.
Sebelumnya, Majdi menjadi anggota DPR RI masa jabatan 2004-2009 dari Partai Bulan Bintang yang membidangi masalah pendidikan, pemuda, olahraga, pariwisata, kesenian dan kebudayaan (Komisi X).
Muhammad Zainul Majdi adalah putra ketiga dari pasangan HM Djalaluddin SH, seorang pensiunan birokrat Pemda NTB dan Hj Rauhun Zainuddin Abdul Madjid, putri dari TGH M Zainuddin Abdul Madjid (Tuan Guru Pancor), pendiri organisasi Islam terbesar di NTB, Nahdlatul Wathan (NW) dan pendiri Pesantren Darun-Nahdlatain.
Dr TGH Muhammad Zainul Majdi mengenyam pendidikan dasar di SDN 3 Mataram (Sekarang SDN 6 Mataram), lulus tahun 1986.
Ia melewati jenjang SLTP di Madrasah Tsanawiyah Mu'allimin Nahdlatul Wathan Pancor hanya selama 2 tahun, dan lulus Aliyah di yayasan yang sama tahun 1991.
Sebelum memasuki perguruan tinggi ia menghafal Al-Qur'an di Ma’had Darul Qur’an wal Hadits Nahdlatul Wathan Pancor selama setahun (1991-1992).
Kemudian pada tahun 1992 Majdi berangkat ke Kairo guna menimba ilmu di Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Universitas Al-Azhar Kairo dan lulus meraih gelar Lc pada tahun 1996.
Lima tahun berikutnya, ia meraih Master of Art (MA) dengan predikat Jayyid Jiddan.
Setelah menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 di Al-Azhar selama 10 tahun, Majdi melanjutkan ke program S3 di universitas dan jurusan yang sama.
Pada bulan Oktober 2002, proposal disertasi Majdi diterima dengan judul Studi dan Analisis terhadap Manuskrip Kitab Tafsir Ibnu Kamal Basya dari Awal Surat An-Nahl sampai Akhir Surat Ash-Shoffat di bawah bimbingan Prof Dr Said Muhammad Dasuqi dan Prof Dr Ahmad Syahaq Ahmad.
Ia berhasil meraih gelar Doktor dengan predikat Martabah EL-Syaraf El Ula Ma`a Haqqutba atau Summa Cumlaude.
Benarkah TGB bakal menjadi cawapres Jokowi dalam Pilpres 2019? Hanya Jokowi yang tahu. Namun yang pasti, dukungan TGB telah mengubah konstelasi politik di negeri ini. Apalagi dalam dunia politik, pendadakan sikap merupakan hal yang biasa.
Hari ini menjadi kawan, esok menjadi lawan. Itulah realitas politik yang sesungguhnya di negeri ini. Siapa yang bisa mempengaruhi atau menginfluens rakyat, dialah yang akan keluar menjadi pemenang.
Rakyat yang kian hari kian cerdas, tidak bisa lagi ditaklukan dengan jargon-jargon atau janji-janji. Rakyat membutuhkan pemimpin yang adil, jujur, bisa menjadi panutan, bisa mensejahterakan masyrakat dan paling penting lagi memiliki visi yang luar biasa untuk mengantarkan Indonesia ke pintu peradaban dunia 1000 tahu mendatang. (Achmad Subechi)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Manuver Tuan Guru Bajang Mengubah Konstelasi Politik Nasional,