Pejabat Kemendagri Didakwa Rugikan Keuangan Negara Rp 34 Miliar Dalam Proyek Pembangunan IPDN
"Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara,"
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pejabat pada Kementerian Dalam Negeri Dudy Jocom menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/7/2018).
Agenda sidang perdana ialah pembacaan dakwaan.
Jaksa KPK mendakwa Dudy Jocom menerima suap Rp 4,2 miliar.
Perbuatan Dudy bersama mantan General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya, Budi Rachmat Kurniawan diduga menyebabkan kerugian negara Rp 34 miliar.
Baca: Alasan PAN Dorong Anies Baswedan Diusung dalam Pilpres 2019
Kerugian negara itu terjadi dalam proyek pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan Gedung Kampus IPDN di Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat yang dianggarkan tahun 2011.
"Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara," kata jaksa KPK Titto Jaelani saat membaca surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Kasus berawal ketika Kemendagri mengadakan proyek lanjutan pembangunan Gedung IPDN dengan pagu anggaran sebesar Rp 127,8 miliar.
Baca: Demokrat Hormati Keputusan TGB Jika Berniat Mundur dari Partai
Dudy selaku pejabat pembuat komitmen bersama-sama Bambang Mustaqim selaku Senior Manager Pemasaran Divisi Gedung PT Hutama Karya berencana mengatur sendiri pemenang lelang yang akan menjadi pelaksana proyek.
Dudy kemudian membuat nota dinas terkait pelaksanaan lelang yang sudah diatur secara sepihak untuk memenangkan PT Hutama Karya.
Atas sepengetahuan terdakwa, panitia pengadaan memanipulasi sistem penilaian evaluasi administrasi dan teknis untuk memenangkan PT Hutama Karya.
Pada akhirnya, PT Hutama Karya menandatangani kontrak dengan penawaran harga senilai Rp 125,6 miliar.
Setelah itu, Dudy menangih fee kepada Budi Rachmat Kurniawan.
Baca: Ketika TGB Bicara Soal Kriteria Ideal Calon Wakil Presiden untuk Jokowi
Menurut jaksa, dalam melaksanakan pekerjaan, PT Hutama Karya mensubkontrakan seluruh pekerjaan utama yang nilainya Rp 35 miliar.
Bahkan, PT Hutama Karya juga membuat subkontrak fiktif terhadap sejumlah pekerjaan senilai Rp 8,2 miliar.
"Terdakwa memerintahkan panitia penerima hasil pengadaan barang dan jasa untuk tidak melakukan pemeriksaan dan penilaian hasil pekerjaan pembangunan kampus," ungkap jaksa Titto.
Baca: Membaca Peluang Maruf Amin Jadi Pendamping Jokowi dalam Pilpres 2019
Dudy didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Masih menurut jaksa, perbuatan Dudy juga memperkaya sejumlah orang lebih dari Rp 4,5 miliar.
Kemudian memperkaya PT Hutama Karya sebesar Rp 22 miliar.