Kasus Suap PLTU Riau-1, KPK Akan Kembali Periksa Mensos Idrus Marham Kamis Lusa
Ada dugaan, Idrus mengetahui aliran dana yang diterima tersangka kasus ini yakni Enni Maulatti Saragih (EMS) kepada oknum-oknum lain.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Andi M Arief
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Sosial Idrus Marham akan kembali menjalani pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus korupsi suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau, Kamis (26/7/2018).
Jurubicara KPK Febri Diansyah mengatakan, akan sangat baik jika Idrus bersikap kooperatif terhadap penyidikan KPK.
"Karena memang sikap kooperatif itu yang dibutuhkan oleh KPK. Akan lebih baik (Idrus) datang ke KPK dan menjelaskan apa yang diketahui. Kalau ada yang mau dibantah, bisa dibantah di depan penyidik. Tapi untuk jadwal persisinya harus saya cek," kata Febri di Gedung KPK, Selasa (24/7/2018).
Ada dugaan, Idrus mengetahui aliran dana yang diterima tersangka kasus ini yakni Enni Maulatti Saragih (EMS) kepada oknum-oknum lain.
Terkait hal tersebut, Febri tidak bisa mengonfirmasi atau membenarkan dugaan tersebut.
"Akan lebih baik tidak saya sampaikan sekarang, karena proses pemeriksaan belum berlangsung," jawab Febri.
Idrus sendiri mengaku mengenal dekat dengan kedua tersangka. Pasalnya, "Eni saya panggil dinda. Eni panggil saya abang. Kalau pak Kotjo saya panggil abang, Kotjo panggil saya abang," kata Idrus.
Sebelumnya, KPK berhasil mengamankan 13 orang terkait kasus suap PLTU Riau, uang sejumlah Rp 500 juta, dan tanda terima uang sebesar Rp 500 juta tersebut.
Baca: Soal Pembelian Pajero Sport dan Triton, Selain Inneke KPK Juga Periksa Perusahaan Swasta
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, Eni menerima uang sebesar Rp 4,8 miliar itu secara bertahap, yaitu Rp 2 miliar pada Desember 2017, Rp 2 miliar pada Maret 2018, Rp 300 juta pada Juni 2018, dan Rp 500 juta sesaat sebelum OTT.
Baca: Agatha Chelsea: Lebih Enak Nyanyi Ketimbang Main Film
Eni disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 UU No. 13/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara, pengusaha Johanes Kotjo disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.