Mantan Komandan NII: Rekrut Anggota Hanya Butuh Hitungan Jam
Mantan Komandan NII (Negara Islam Indonesia) sekaligus pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan membeberkan cara perekrutan anggota NII.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Mantan Komandan NII (Negara Islam Indonesia) sekaligus pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan membeberkan cara perekrutan anggota NII.
Hal tersebut ia sampaikan dalam sebuah diskusi dibilangan Cikini, Jakarta Pusat, pada Rabu (25/7/2018).
Baca: Di Bawah Kendali Mario Gomez, Pemain Persib yang Tak Berkarakter Bakal Selesai
"Kenapa orang berubah dalam waktu yang singkat, untuk merekrut mohon maaf gak perlu hitungan hari, minggu atau bulan. Saya maksimal 2 jam, orang bawa laptop, bawa dompet harus pindah ke tangan saya tanpa saya hiptonis murni dialog," ujar Ken dihadapan para mahasiswa.
Meski demikian, ia menuturkan untuk merekrut korban, dirinya perlu memahami seluk buluk calon korban, seperti asal darimana, tinggal di mana, mahasiswa univeritas mana dan fakultas mana, hingga kesenangan calon korban.
"Mau apa, senang apa, yang nggak suka apa, seluruh kelebihan dan kekurangan saya harus tahu (calon korban)," terangnya.
Biasanya ujar Ken, 1 korban direkrut oleh 5 orang perekrut, agar benar-benar mengerti kekurangan dan kelebihan korban.
"Sukanya fotografi nanti kita hadirkan satu korban 5 perekrut. Korbanya laki-laki yang merekrut perempuan, korbanya perempuan yang merekrut laki-laki," sambungnya.
Malahan ujar Ken, dalam proses perekrutan, sama sekali tak membahas persoalan agama.
Sebab, korban yang kebanyakan berusia muda atau para mahasiswa memiliki pemahaman agama yang tak banyak.
"Hobinnya sudah nyambung, materi-materi kebangsaan, tidak materi agama, tidak bahas agama karena menurut mereka agama itu sempit. Mereka ingin wawasan kebangsaan, ingin tau sejarah bangsa," ujarnya.
Ia menegaskan paham radikalisme tak akan pernah mati meski di lain waktu namanya akan berubah-ubah.
"Bahaya ini ideologi tidak pernah mati, akan berubah bermetaformosa dengan nama-nama yang baru, ini yang mesti kita waspada bersama," terangnya.
"Ada dua sisi yang muncul dari maraknya pemberitaan tentang radikalisme di media. Satu sisi masyarakaat menjadi waspada satu sisi masyarakat ada yang phobia," lanjut Ken.