Politikus Golkar: TAP MPR Soal Masa Jabatan Presiden dan Wapres Jangan Ditafsirkan Seenaknya
Kemudian ditetapkan konsideran bahwa Presiden dan Wapres RI memegang jabatan selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan pimpinan Fraksi Karya Pembangunan MPR RI periode Oktober 1998-November 1999 Edwin Kawilarang, menilai ada tujuan politik tertentu dari uji materi terhadap ketentuan masa jabatan Presiden/Wakil Presiden.
"Saya sependapat bahwa uji materi itu hanya dicari-cari saja," kata Edwin dihubungi di Jakarta, Selasa (24/7/2018).
Edwin yang juga politikus Partai Golkar ini menegaskan dalam Ketetapan MPR RI Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI sudah jelas disebutkan bahwa untuk menghindari berbagai penafsiran soal masa jabatan Presiden dan Wapres.
Kemudian ditetapkan konsideran bahwa Presiden dan Wapres RI memegang jabatan selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu masa jabatan.
"Kuncinya adalah Presiden/Wapres memegang jabatan lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu masa jabatan. Kata sesudah yang tertulis di sana itu jelas mengandung makna berturut-turut maupun tidak berturut-turut, yang penting adalah sesudah," kata Edwin.
Edwin meminta semua pihak tidak sembarangan menafsirkan masa jabatan Presiden dan Wapres.
"Berangkat dari Tap MPR, maka jangan ada orang menafsirkan seenaknya. Karena kata-kata dalam Tap MPR itu untuk mencegah multitafsir. Disitu dijelaskan hanya boleh satu kali sesudah melakukan masa jabatan pertama," kata Edwin.
Lebih lanjut Edwin menilai upaya uji materi itu tidak sesuai dengan semangat reformasi 1998.
Menurutnya, salah satu tuntutan reformasi adalah membatasi masa jabatan Presiden/Wapres guna mencegah kekuasaan tanpa batas.
"Jika mau mengubah masa jabatan, hanya MPR yang berhak mengubah, jangan aneh-aneh," katanya.
Sebelumnya, Perindo mengajukan gugatan terhadap Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pasal tersebut menyatakan bahwa calon presiden-calon wakil presiden belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
Partai tersebut merasa dirugikan oleh pasal itu karena menghalangi mereka untuk mengajukan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai cawapres pada pemilu 2019.
Bahkan, Kalla telah mendaftarkan diri menjadi pihak terkait uji materi tersebut, pada Jumat (20/7/2018).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.