Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Lembaga Masyarakat Adat Permasalahkan Penggunaan Ijazah Palsu di Kabupaten Puncak

Mahkamah Konstitusi (MK) menyidangkan perselisihan hasil pemilihan (PHP) Kabupaten Puncak, Papua, Jumat (27/7/2018).

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Lembaga Masyarakat Adat Permasalahkan Penggunaan Ijazah Palsu di Kabupaten Puncak
TRIBUNNEWS/FERDINAND WASKITA
Refly Harun 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menyidangkan perselisihan hasil pemilihan (PHP) Kabupaten Puncak, Papua, Jumat (27/7/2018).

Sidang itu dilakukan atas dasar adanya penggunaan ijazah palsu yang dilakukan salah satu pasangan calon.

Lembaga Masyarakat Adat Pegunungan Tengah Lapago, selaku pemohon mempermasalahkan pengesahan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Willem Wandik-Pelinus Banal oleh KPU Kabupaten Puncak.

Sengketa PHP tercatat dalam Nomor 18/PHP.BUP-XVI/2018.

"Dengan adanya fakta ini, harusnya KPUD membatalkan pencalonan mereka. Namun hal ini tidak dilakukan," ujar Refly Harun selaku kuasa hukum pemohon, Jumat (27/7/2018).

Baca: Bupati Zainudin Hasan Mengaku Terima Uang dari Kontraktor untuk Kegiatan Tarbiyah

Semula, paslon yang maju adalah Willem Wandik dengan Alus UK Murib.

BERITA TERKAIT

Namun, dalam proses pendaftaran di KPU Kabupaten Puncak ternyata terbukti Alus UK Murib menggunakan ijazah palsu S1.

KPU Kabupaten Puncak, justru mengganti posisi Alus UK Murib dengan Pelinus Banal.

Padahal penggunaan ijazah palsu langsung didiskualifikasi oleh KPU setempat, seperti terjadi di Pilgub Sumatera Utara yang mendiskualifikasi JR Saragih.

Akan tetapi, kata Refly, hal berbeda dilakukan KPU Kabupaten Puncak yang justru meloloskan paslon yang memakai ijazah palsu.

Baca: Rizieq Shihab Berharap Pasangan Capres-Cawapres Berasal dari Kelompok Nasionalis Religius

"Termohon menunjukkan sikap tidak professional dan cakap dalam bertindak sebagai penyelenggara pemilu," kata dia.

Meskipun, paslon pemenang mendapat 143.527 suara dan kolom kosong mendapat 14.813 suara, namun Refly menilai hal tersebut tidak menjadi masalah.

Sebab, selisih suara tersebut tidak bisa dikenai Pasal 158 ayat (1) huruf a UU Nomor 10 Tahun 2016.

"Dalam petitum kami meminta paslon Willem Wandik-Pelinus Banal didiskualifikasi sebagai peserta pilkada. Selain itu, KPU Kabupaten setempat mesti menyelenggarakan pilkada kembali dengan dimulai dari tahapan pendaftaran paslon," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas