MK Tolak Gugatan Perkara Sengketa Pilkada KabupatenCirebon
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan perkara perselisihan hasil pilkada (PHP) Kabupaten Cirebon
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi tidak menerima atau menolak gugatan perkara perselisihan hasil pilkada (PHP) Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Diketahui, perkara itu diajukan oleh paslon nomor urut 1, yakni Kalinga-Dian Hernawa Susanty. Mereka mengajukan gugatan dengan nomor perkara 15/PHP.BUP-XVI/2018.
Baca: Hari Ini, MK Putus Perkara Perselisihan Pilkada Rote Ndao
Dalam gugatannya, pemohon menyatakan diduga ada sejumlah pelanggaran yang terjadi dalam Pilkada Cirebon. Pelanggaran terjadi sejak masa kampanye hingga periode pencoblosan.
Namun, MK menyebut permohonan pemohon tidak dapat diterima.
“Mengadili dalam eksepsi, mengabulkan eksepsi termohon (KPU Kabupaten Cirebon) dan pihak terkait berkenaan dengan kewenangan mahkamah. Kedua menyatakan mahkamah tidak berwenang mengadili permohonan pemohon serta menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Hakim Konstitusi Aswanto, di Ruang Sidang Utama MK, Jakarta Pusat, Kamis (9/8/2018).
Aswanto menjelaskan jika keputusan itu didasari atas pengajuan perkara paslon nomor satu itu melebihi tenggat waktu yang telah ditentukan.
Berdasarkan aturan dalam Pasal 157 Ayat 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, tenggat waktu hanyalah tiga hari setelah rekapitulasi perolehan suara diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Cirebon.
Tenggat waktu pengajuan perkara di Kabupaten Cirebon yakni pada hari Jumat 6 Juli 2018, pukul 24.00 WIB. Namun, paslon nomor 1 baru mengajukan tiga hari setelahnya.
“Bahwa permohonan pemohon diajukan ke panitera mahkamah konstitusi pada tanggal 9 Juli 2018 pukul 15.15 WIB, sehingga permohonan diajukan melewati tenggang waktu pengajuan permohonan yang ditentukan peraturan perundang-undangan,” jelasnya.
Selain itu, alasan selisih perolehan suara juga menjadi faktor lainnya. Diketahui, selisih perolehan suara tidak sesuai dengan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
“Pihak terkait (paslon pemenang) memperoleh suara 319.630, suara pemohon memperoleh suara 265.317 yang apabila dikalkulasi terdapat selisih suara antara pihak terkait dengan pemohon 54.313 setara dengan 5,4 persen melebihi ketentuan,” katanya.
Baca: Politisi PAN: Pernyataan Andi Arief Itu Fitnah
Atas dasar dua faktor tersebut, permohonan pemohon tidak dapat diterima dan otomatis MK menolak gugatan perkara tersebut.
Keputusan tersebut dihasilkan melalui rapat permusyawaratan hakim (RPH) oleh sembilan hakim konstitusi yaitu, Anwar Usman selaku ketua merangkap anggota, Aswanto, IDG Palguna, Wahiduddin Adams, Arief Hidayat, Manahan MP Sitompol, Maria Farida Indrati, Saldi Isra, Suhartoyo masing-masing sebagai anggota.