Indonesia Pelopor dalam Regulasi Pengendalian Resistensi Antibiotik
Resistensi Antibiotik (AMR) Indonesia adalah satu-satunya negara anggota ASEAN yang telah mempunyai peraturan (regulasi).
Editor: Content Writer
Imron menyebutkan, saat ini Indonesia sudah memiliki Rencana Aksi Nasional yang merupakan hasil pemikiran dan konsep bersama dari berbagai sektor. Menurutnya, konsep yang disusun sejalan dengan 5 (lima) tujuan strategi global yaitu:
(1). meningkatkan pemahaman, kepedulian dan kesadaran terkait resistensi antimikroba; (2). memperkuat pengetahuan dan basis data (evidence) melalui surveillans & penelitian; (3). melakukan upaya pencegahan infeksi yang efektif melalui penerapan higiene, sanitasi, dan biosecurity; (4). mengoptimalkan penggunaan antimikroba; dan (5). mengembangkan investasi yang berkelanjutan berbasis ketersediaan sumber daya lokal dalam penemuan obat-obatan baru, alat diagnostik, vaksin dan intervensi lainnya dalam upaya pengobatan.
Menurutnya, Indonesia telah mengedukasi seluruh lapisan masyarakat (stakeholder) baik swasta maupun perguruan tinggi pemerintah dalam penggunaan antimikroba melalui berbagai kegiatan yang diikuti masyarakat. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengembangkan inovasi dan pesan kunci yang kreatif terkait kampanye penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab dalam mengendalikan resistensi antimikroba.
“Bentuk edukasi yang sudah kita lakukan dalam bentuk kegiatan seperti Studium General (Kuliah Umum) di perguruan tinggi, kampanye lewat kegiatan CFD, dan perlombaan essay, pembuatan video pendek terkait AMR, penyabaran informasi melalui media sosial (FB, Instagram, Twitter dan You Tube),” kata Imron Suandi.
Namun demikian ada tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam pemahaman AMR, yaitu:
(1). Koordinasi lintas sektor dalam mempermudah komunikasi terkait AMR, terutama dalam penentuan Focal Point; (2). Keterbatasan anggaran dan prioritas kegiatan terkait AMR di sektor Pertanian; (3). Pengembangan pesan kunci yang dapat menarik keterlibatan stakeholder (termasuk peran sektor swasta); (4) Komunikasi, Informasi, dan Edukasi bagi peternak di berbagai level terkait penerapan regulasi dan praktik yang baik dalam beternak; (5). Motivasi sektor swasta untuk bersungguh-sungguh mendukung dan terlibat dalam berbagai aktivitas pengendalian AMR di bidang kesehatan hewan.
“Kedepan kita harapkan ada peningkatan pemahaman masyarakat dalam penggunaan antimikroba yang cerdas dan bijak,” tandasnya.
Sementara itu, Pebi Purwo Suseno selaku Delegasi Indonesia dan Co-Chair dalam pertemuan tersebut juga menyebutkan bahwa komunikasi merupakan kunci utama keberhasilan dalam menyikapi permasalahan munculnya penyakit hewan yang bersifat lintas batas (transboundary) dan zoonosis serta AMR.
Menurutnya, Respon komprehensif dapat dicapai apabila komunikasi antar negara-negara ASEAN terjalin dengan baik melalui media yang dapat di akses dengan mudah oleh para penggiat komunikasi dari semua negara ASEAN.
“Untuk mekanisme penyebaran informasi di tingkat ASEAN, maka sambil menunggu website www.asean.animalhealth aktif, Indonesia dan Malaysia akan membuat Konsep Note yang akan didistribusikan oleh ASEAN Secretariat ke negara anggota ASEAN,” pungkasnya. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.