Indonesia Pelopor dalam Regulasi Pengendalian Resistensi Antibiotik
Resistensi Antibiotik (AMR) Indonesia adalah satu-satunya negara anggota ASEAN yang telah mempunyai peraturan (regulasi).
Editor: Content Writer
Dalam pencegahan dan pengendalian ancaman bahaya, Resistensi Antibiotik (AMR) Indonesia adalah satu-satunya negara anggota ASEAN yang telah mempunyai peraturan (regulasi), terutama dalam pelarangan penggunaan AGP (Antibiotic Growth Promotor).
Hal tersebut terungkap saat pertemuan para penggiat komunikasi tingkat ASEAN atau lebih dikenal dengan ASEAN Communication Group on Livestock (ACGL) ke-6 yang dilaksanakan selama 4 (empat) hari dari tanggal 7-10 Agustus 2018 di Hotel Ambarukmo Yogyakarta.
Pada pertemuan tersebut, Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa saat membuka pertemuan menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia menerapkan pelarangan penggunaan Antibiotic Growth Promotors (AGP) dalam imbuhan pakan ternak karena adanya dampak negatif bagi kesehatan manusia.
Di Indonesia sendiri pelarangan terhadap penggunaan AGP telah diatur dalam Undang-Undang No. 18/2009 juncto Undang-Undang No. 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang menyatakan tentang pelarangan penggunaan pakan yang dicampur dengan hormon tertentu dan atau antibiotik imbuhan pakan.
Melalui Permentan No. 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan, sejak 1 Januari 2018 Pemerintah melarang penggunaan AGP dalam pakan. Pelarangan ini juga diperkuat dengan Permentan No. 22/2017 tentang Pendaftaran dan Peredaran Pakan, yang mensyaratkan pernyataan tidak menggunakan AGP dalam formula pakan yang diproduksi bagi produsen yang akan mendaftarkan pakan.
Fadjar Sumping menyatakan Resistensi Antimikroba (AMR) termasuk antibiotik yang diidentifikasi sebagai ancaman baru bagi kesehatan masyarakat, hewan dan lingkungan.
"Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru-baru ini mengakui bahwa AMR adalah masalah global bagi kesehatan masyarakat dan hewan yang utama dan sangat penting diatasi saat ini, serta mendesak semua negara untuk memprioritaskan tindakan untuk pengendalian AMR," ungkapnya.
Menurutnya, AMR adalah masalah lintas sektor yang memerlukan pendekatan multi-sektoral untuk penanganannya. "Saat ini sudah terlihat adanya peningkatan kesadaran masyarakat dan peningkatan kapasitas teknis di kesehatan masyarakat untuk pencegahan dan pengandalian AMR, namun untuk sektor kesehatan hewan masih sedikit tertinggal," ungkapnya.
Lebih lanjut Fadjar Sumping jelaskan bahwa, resiko AMR tercatat lebih tinggi di negara-negara dimana peraturan perundang-undangan, pengawasan regulasi dan sistem pemantauan mengenai penggunaan antimikroba hampir tidak ada.
"Pencegahan dan pengendalian AMR yang tidak memadai dan lemah di beberapa negara akan meningkatkan risiko penyebarannya,” ucapnya.
Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Penggiat Komunikasi Kementerian Pertanian dari negara-negara ASEAN, perwakilan ASEAN Secretariat dan pakar dari FAO ini disepakati bahwa peningkatan kesadaran sangat diperlukan agar ada keterlibatan yang lebih baik dari semua pemangku kepentingan untuk mengatasi masalah AMR, seperti petugas kesehatan hewan, produsen, dan pedagang, serta komponen lainnya.
Imron Suandy selaku Delegasi Indonesia pada pertemuan tersebut mengatakan, pada pertemuan ACGL ke 6 ini semua negara anggota ASEAN sepakat untuk merumuskan bersama langkah-langkah komunikasi yang tepat dalam menyampaikan bahaya resistensi antibiotik dan peran serta masyarakat dalam mencegahnya.
"Berbagai kegiatan komunikasi dan pesan kunci terkait AMR kepada pemangku kepentingan khususnya masyarakat kita bahas bersama," ucapnya.
Menurutnya, strategi komunikasi dan advokasi resistensi antimikroba tingkat regional sebelumnya telah sepakati oleh para Menteri Pertanian se-Asia Tenggara untuk menjadi pedoman bagi semua negara anggota ASEAN dalam memberikan arah yang tepat pada pelaksanaan kerangka kerja, serta untuk menyempurnakan dan mengembangkan kesadaran terkait AMR.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.