Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ajudan Soeharto Ungkap 'Buku Khusus' Sang Presiden yang Selalu Dibawa ke Mana Saja Ia Pergi

Pada tahun 1998, kekuasaan Soeharto mulai goyah. Hingga pada puncaknya, kekuasaan Soeharto benar-benar jatuh pada Mei 1998

Editor: Sugiyarto
zoom-in Ajudan Soeharto Ungkap 'Buku Khusus' Sang Presiden yang Selalu Dibawa ke Mana Saja Ia Pergi
Tribun Timur (Repro)
Soeharto dan istrinya, Tien 

TRIBUNNEWS.COM -  Kekuasaan Soeharto selama menjadi presiden terbilang cukup lama, yaitu selama 32 tahun.

Pada tahun 1998, kekuasaan Soeharto mulai goyah. Hingga pada puncaknya, kekuasaan Soeharto benar-benar jatuh pada Mei 1998

Memimpin Indonesia selama 32 tahun, sosok Soeharto tentunya menyisakan kenangan tersendiri bagi sejumlah orang.

Termasuk para mantan ajudannya.

Salah satunya adalah Sutanto, yang juga pernah menjadi Kapolri pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

Dilansir oleh Tribun Jatim dari buku "Pak Harto, The Untold Stories", Sutanto memang mengakui pernah menjadi ajudan Soeharto pada tahun 1995 hingga 1998

Selama menjadi ajudan, Sutanto menyebut Soeharto sebagai seorang pemimpin yang memiliki prinsip dan konsisten.

BERITA TERKAIT

Menurutnya, selama Soeharto menjabat sebagai presiden, keputusan Soeharto tidak ada yang bertentangan satu sama lainnya. 

Sutanto mengungkapkan, hal itu tidak lepas dari adanya buku khusus yang dimiliki Soeharto.

Buku itu berisi berbagai hal yang penting secara sistematis.

Termasuk setiap masukan, atau keputusan juga dicatat dalam buku khusus tersebut.

"Bahkan Pak Harto memberi daftar urut dan memisahkan bagian per bagian berdasarkan siapa menterinya atau apa topik permasalahannya," kata Sutanto.

Sehingga, atas bantuan catatan dalam bukunya itulah Soeharto mampu melihat kemajuan sejumlah persoalan.

"Dibantu dari buku itulah, Pak Harto sebagai presiden dan kepala negara bisa melihat kemajuan atau progres berbagai masalah yang tengah dihadapi oleh pemerintah," lanjut Sutanto.

Sutanto pun menyebut Soeharto sebagai seorang administrator yang baik dan teliti.

Kehidupan Soeharto Usai Lengser dari Presiden

Maliki Mift mempunyai kenangan khusus selama mendampingi Soeharto setelah lengser dari jabatannya di tahun 1998.

Maliki diperintahkan oleh Kepala Staf Angkatan Darat kala itu menjadi pengawal khusus Soeharto.

Dilansir dari Kompas.com, kenangan Maliki tersebut tertulis dalam salah satu bab di buku yang berjudul Soeharto: The Untold Stories (2011).

Meski kala itu Soeharto kerap mendapat pandangan miring selama memimpin Indonesia.

Namun, Maliki mendapati sisi lain Soeharto yang jarang terekspos, yakni kesederhanaan.

Salah satunya adalah soal pengawalan. Soeharto selalu menolak dikawal setelah melepas jabatan presiden.

Padahal hak mendapat pengawalan dari polisi masih melekat kepada mantan presiden.

"Tetapi, begitu satgas polisi datang dan mengawal di depan mobil kami, Pak Harto mengatakan, 'Saya tidak usah dikawal. Saya sekarang masyarakat biasa. Jadi, kasih tahu polisinya'," tulis Maliki dalam buku tersebut, menirukan ucapan Soeharto waktu itu.

Maliki mencoba memahami keinginan Soeharto, tetapi ia tetap merasa pengawalan harus tetap ada.

Ia pun berpikir keras untuk mencari cara agar Soeharto tetap dikawal, tetapi tanpa terlihat.

Akhirnya, Maliki meminta agar polisi mengawal di belakang saja.

Jika jalanan macet, barulah petugas pengawal maju ke depan.

"Namun, tetap saja Pak Harto mengetahui siasat itu. Beliau pun bertanya, 'Itu polisi kenapa ikut di belakang? Tidak usah'," kata Maliki.

Hari berikutnya, Maliki menggunakan siasat baru.

Ia meminta pihak kepolisian agar tidak lagi mengawal mobil Soeharto.

Sebagai gantinya, Maliki akan berkoordinasi dengan petugas lewat radio.

Setiap kali mobil Soeharto melewati lampu lalu lintas, petugas harus memastikan lampu hijau menyala. Kalau lampunya merah, harus berubah menjadi hijau.

Akhirnya, Soeharto berangkat tanpa pengawalan polisi. Setiap kali melewati lampu lalu lintas di persimpangan, lampu hijau selalu menyala agar mobilnya tidak berhenti menunggu rambu berganti.

Namun, lagi-lagi Soeharto merasakan keanehan. Ia mempertanyakan mengapa setiap persimpangan yang ia lewati tidak pernah ada lampu merah.

Soeharto pun menegur Maliki agar jangan memberi tahu polisi untuk mengatur lalu lintas.

"Sudah, saya rakyat biasa. Kalau lampu merah, ya, biar merah saja," ujar Soeharto sebagaimana ditulis Maliki.

Maliki saat itu hanya terdiam dengan perasaan malu.

Kesederhanaan Soeharto, menurut Maliki, juga terlihat dari cara berpakaian.

Sewaktu pertama kali menjadi pengawal khusus Soeharto, Maliki berpikir bahwa ia harus punya baju bagus untuk mendampingi Soeharto, paling tidak batik berbahan sutra.

Di hari pertama bertugas, Maliki mengenakan pakaian terbaiknya untuk mendampingi Soeharto keluar rumah.

Namun, apa yang dikenakan Soeharto sama sekali berbeda dengan bayangannya. Soeharto hanya mengenakan baju batik sederhana yang biasa dia pakai sehari-hari di rumah.

"Diam-diam saya langsung balik ke kamar ajudan untuk mengganti batik sutra yang saya kenakan dengan batik yang sederhana pula," kata Maliki.

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas