Kronologi OTT Hakim Merry Purba
Ketua KPK, Agus Rahardjo mengidentifikasi ada penggunaan sandi atau kode "pohon" dan "ratu kecantikan". Merry diduga menerima total uang 280 SGD
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus suap pada hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan, Merry Purba oleh penyuap sekaligus terdakwa Tamin Sukardi, Direktur PT Erni Putra Terari telah dipersiapkan serapi mungkin.
Pasalnya dalam perkara ini, KPK mengungkap ada sandi-sandi khusus yang dibuat dan dipergunakan agar praktek korupsi pada penegak hukum ini tidak tercium.
Ketua KPK, Agus Rahardjo mengidentifikasi ada penggunaan sandi atau kode "pohon" dan "ratu kecantikan". Merry diduga menerima total uang 280 SGD dari Tamin selaku terdakwa kasus korupsi penjualan tanah yang masih berstatus aset negara.
"KPK mengidentifikasi penggunaan sandi dan kode dalam komunikasi di perkara ini. Seperti pohon yang berarti uang dan kode untuk nama hakim, seperti Ratu Kecantikan," terang Agus Rahardjo, Rabu (29/8/2018) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Masih menurut Agus, Merry diduga menerima uang secara bertahap dari Tamin. Pemberian pertama sebesar 150 SGD dari Tamin melalui Hadi Setiawan, orang kepercayaannya pada 24 Agustus 2018 di Hotel JW Mariot Medan.
Sementara sisanya 130 SGD disita dari tangan panitera pengganti PN Medan, Helpandi dalam sebuah amplop coklat.
Diduga uang itu bakal diberikan ke Hakim Merry. Sehingga total pemberian yang terealisasi dalam kasus ini mencapai 280 SGD.
Masih menurut Agus, diduga pemberian dari Tamin ke Merry terkait putusan perkara tindak pidana korupsi no perkara 33/pid.sus/TPK/2018/PN.Mdn dengan Tamin selaku terdakwa.
"Pemberian diduga dilakukan untuk mempengaruhi putusan majelis hakim. Hakim MP (Merry) merupakan salah satu anggota majelis hakim yang menyatakan Dissenting Opinion (DO) dalam vonis itu,"ungkap Agus.
Dalam putusan yang dibacakan pada Senin (27/8/2018) Tamin divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar.
Vonis tersebut jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 10 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar.
Di perkara ini, Merry dan Tamin telah ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, KPK juga menetapkan Helpandi, panitera pengganti dan Hadi Setiawan, orang kepercayaan Tamin sebagai tersangka.
Sebagai pihak yang diduga penerima, Merry dan Helpandi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sebagai pihak pemberi, Tamin dan Hadi Setiawan disangkakan melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 (1) a atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.