BANI Pertanyakan Laporan Dugaan Pelanggaran Etik
Menurut Aditya, pihaknya memiliki tiga pertanyaan terkait langkah yang diambil oleh Bumigas terkait dengan BANI.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) membantah tudingan dugaan pelanggaran kode etik dalam sidang gugatan pembatalan kontrak antara BUMN PT Geo Dipa Energi dan PT Bumigas Energi.
“Jika laporan Bumigas tersebut terkait kode etik tersebut benar, maka juga menimbulkan beberapa pertanyaan. Kami juga heran, dan bertanya-tanya," kata Kuasa Hukum BANI, Aditya Yulwansyah dalam keterangan persnya, Senin (17/9/2018).
Seperti diketahui, PT Bumigas Energi mengadukan ketua majelis arbiter serta panitera persidangan gugatan pembatalan kontrak Geo Dipa dan Bumigas. Kontrak ini adalah terkait pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Dieng Patuha.
Dugaan pelanggaran kode etik ini terkait adanya pesan melalui WhatsApp yang diperoleh oleh PT Bumigas Energi selaku pengadu, dari salah seorang arbiter.
Menurut Aditya, pihaknya memiliki tiga pertanyaan terkait langkah yang diambil oleh Bumigas terkait dengan BANI.
“Pertama, untuk kepentingan apa seorang arbiter mengirimkan whatsapp ke pihak Bumigas Energi? Padahal pada pasal 4 ayat 2 Peraturan & prosedur BANI diatur dengan tegas bahwa setiap pihak tidak boleh melakukan komunikasi dengan cara bagaimanapun dengan satu atau lebih arbiter," kata Aditya.
Kedua, lanjut dia, jika hal tersebut benar, mengapa Sutan Remi Syahdeini tidak memberikan dissenting opinion saat putusan BANI?
“Ketiga, jika merasa Ketua Majelis Arbitrase saat itu tidak adil, mengapa Bumigas Energi tidak mengajukan tuntutan ingkar? Padahal setiap pihak yang merasa arbiter berpihak/tidak adil berhak mengajukan tuntutan ingkar. Itu saja sebenarnya pertanyaan kita," katanya.
Karena itu, lanjut Aditya, langkah BANI memanggil Bumigas adalah langkah yang sangat tepat untuk mendapatkan kejelasan terkait laporannya soal pelanggaran kode etik di internal BANI.
"Hal ini juga penting, untuk menjaga kredibilitas BANI sebagai lembaga arbitrase yang didirikan sejak tahun 1977 oleh KADIN," kata Aditya.
Untuk selanjutnya, Aditya menunggu hasil pemeriksaan komisi BANI mengenai apakah benar ada pelanggaran kode etik. "Jika iya maka siapakah yang sebenarnya melanggar kode etik. Dan apa konsekwensi hukumnya," kata Aditya.
Seperti diketahui, putusan BANI terkait sengketa itu telah diambil secara bulat oleh tiga arbiter.
"Tidak ada dissenting opinion dari pak Sutan Remy Syahdeini (salah satu arbiter)," kata Aditya Yulwansyah dari Yulwansah, Balfast & Partners.
Penulis: Ahmad Sabran
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.