Pengacara Klaim Karen Agustiawan Tak Terima Keuntungan Korupsi Pertamina
Menurut Soesilo perkara yang menjerat Karen semestinya tidak masuk dalam tindak pidana. Melainkan perkara ini menjadi tanggung jawab Pertamina selaku
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, Soesilo Aribowo mengklaim kliennya tidak memperoleh keuntungan apapun dalam perkara investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.
Menurut Soesilo perkara yang menjerat Karen semestinya tidak masuk dalam tindak pidana. Melainkan perkara ini menjadi tanggung jawab Pertamina selaku korporasi.
Baca: Wapres JK Kenang Nelson Mandela Saat Berbicara dalam Sidang PBB
“Sebenarnya ini lebih ke business judgement rule bukan ke tindak pidana. Tapi apakah kerugian negara akibat investasi macam ini masuk kategori korupsi, ya itu nanti dulu,” ucap Soesilo saat ditemui di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (25/9/2018).
Soesilo menjelaskan dalam suatu tindak pidana harus ada niat jahat dari pelaku. Soesilo meyakini tidak ada niat jahat dari Karen untuk mengambil keuntungan dari investasi di BMG.
“Sejauh ini tidak ada sesuatu yang diperoleh Bu Karen untuk investasi,” terangnya.
Upaya pembelaan kedepan, Soesilo masih akan mempertimbangkan lebih lanjut upaya praperadilan.
“Kita akan diskusi lagi dengan Bu Karen yang baru di tahanan Kejagung Senin 24 September 2018 kemarin. Untuk praperadilan mesti dipertimbangkan, tapi kalau ada peluang penangguhan penahanan pasti kita lakukan,” imbuhnya
Diketahui kasus ini bermula saat Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.
Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase - BMG Project diteken pada 27 Mei 2009 dengan nilai transaksi mencapai US$ 31 juta.
Menurut Soesilo tidak lama usai perjanjian pihak direksi menerima pemberitahuan bahwa komisaris tidak setuju. Hal ini dinilai janggal karena perjanjian yang sudah disepakati itu tidak bisa mendadak dicabut.
“Seharusnya kalau memang dewan komisaris keberatan, berikan solusi atau berhentikan sementara direksi itu. Tapi kenyataannya enggak, justru diminta divestasi, itu yang aneh,” terang Soesilo.
Akibat akuisisi tersebut Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$ 26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari.
Ternyata, Blok BMG hanya bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari.
Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.
Hasil penyidikan Kejagung menyatakan investasi yang dilakukan Pertamina tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Pengambilan keputusan investasi itu diduga tak dilengkapi feasibility study atau kajian kelayakan hingga muncul kerugian keuangan negara dari Pertamina sebesar US$ 31 juta dan US$ 26 juta atau setara Rp568 miliar.
Kini Karen harus mendekam di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Karen ditahan setelah sebelumnya diperiksa selama lima jam di gedung bundar Kejaksaan Agung. Atas penahanannya, Karen sempat meneteskan air mata.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.