Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bupati Rita Ditanya Soal Aliran Dana e-KTP

Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan soal aliran uang e-KTP kepada Bupati nonaktif Kutai Kartanegara

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sanusi
zoom-in Bupati Rita Ditanya Soal Aliran Dana e-KTP
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus suap pemberian izin lokasi perkebunan di Kutai Kartanegara Rita Widyasari menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (6/7/2018). Majelis hakim memutuskan memberikan hukuman kepada Rita Widyasari 10 tahun penjara dengan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan dan Khairudin dihukum 8 tahun penjara dengan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan soal aliran uang e-KTP kepada Bupati nonaktif Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.

Hal ini didasari karena jaksa KPK menemukan aliran dana PT Beringin Jaya Abadi ke OEM Investment, milik terdakwa korupsi e-KTP Made Oka Masagung.

"Ada barang bukti kami aliran uang PT Beringin Jaya abadi ke perusahaan Pak Oka," ucap jaksa di sidang korupsi e-KTP untuk terdakwa Irvanto dan Made Oka, Selasa (2/10/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.

OEM Investment adalah perusahaan milik Made Oka yang berkantor di Singapura. KPK mendakwa Made Oka menampung uang korupsi e-KTP di perusahaannya itu, sebelum diserahkan kepada mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.

Merespons hal itu, Rita mengaku tidak mengetahui aliran dana tersebut. Menurutnya mungkin saja nama dia hanya dipakai atau dicantumkan disana.

"Saya tidak tahu, mungkin saja nama saya dipakai disitu," terang Rita yang menjadi saksi di luar berkas perkara kedua terdakwa.

Jaksa mengaku heran dengan jawaban Rita yang tidak tahu dengan aliran dana perusahaan. Pasalnya di perusahaan itu Rita menjabat sebagai Komisaris PT Beringin Jaya Abadi pada 2008.

Berita Rekomendasi

Rita menduga perusahaan itu dipimpin oleh orangtuanya, Syaukani Hanas Rais, bergerak di bidang pertambangan, Kutai, Kartanegara, Kalimantan Timur.

"Itu perusahaan tambang di Kukar. ‎ Saya benar-benar tidak tahu pak. Nama saya memang sering dimasukkan oleh ayah saya ke perusaahaan," imbuhnya.

Diketahui Irvanto yang juga mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera didakwa turut serta melakukan korupsi proyek e-KTP yang merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun.

Dia didakwa bersama-sama dengan pengusaha Made Oka Masagung. Keduanya berperan menjadi perantara dalam pembagian fee proyek pengadaan barang atau jasa e-KTP untuk sejumlah pihak.

Irvanto dan Made Oka juga turut serta memenangkan perusahaan tertentu dalam proyek itu. Mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana ‎telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas