Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

'Negara Harus Memberikan Hukum Sosial dan Moral kepada Pelaku Penyebar Hoaks'

RS mengaku dirinya mengalami penganiayaan di Bandara Husein Sastranegara Bandung, Jawa Barat, Selasa (2/10/2018).

Penulis: Dewi Agustina
zoom-in 'Negara Harus Memberikan Hukum Sosial dan Moral kepada Pelaku Penyebar Hoaks'
Kompas.com/Sherly Puspita
Ratna Sarumpaet kembali menjalani pemeriksaan sore ini, Jumat (5/10/2018). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) akhirnya berhasil mengungkap kebohongan yang dilakukan oleh Juru Kampanye Nasional (Jurkamnas) Tim Pemenangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ratna Sarumpaet (RS).

RS mengaku dirinya mengalami penganiayaan di Bandara Husein Sastranegara Bandung, Jawa Barat, Selasa (2/10/2018).

Sehari kemudian, Rabu (3/10/2018), setelah Polri membeberkan fakta yang sebenarnya, RS mengaku bahwa dirinya tidak mengalami penganiayaan tersebut dan sengaja menyebarkan kabar bohong.

Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) meminta kepada Polri untuk memberikan sanksi kepada RS lantaran dengan sengaja membuat dan menyebarkan kabar bohong kepada publik.

Pasalnya, dengan kabar hoax yang disebarkan tersebut telah menyebabkan kegaduhan yang mengancam ketertiban nasional.

Baca: Ekonomi Palu Mulai Menggeliat, Dua Tentara Berjaga di Setiap Toko

"Para penyebar berita bohong ini mestinya mendapatkan sanksi yang serius karena telah mengganggu ketertiban nasional dalam berbangsa dan bernegara," ungkap Ketua Bidang Politik dan Hukum Dewan Pimpinan Pusat JAMAN, Edwar Antoni, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (5/10/2018).

Edwar menjelaskan, RS sudah seharusnya mendapatkan sanksi pidana karena telah melanggar UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan melanggar UU Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE karena telah membuat kabar bohong kepada publik.

Berita Rekomendasi

"Negara juga mesti memberikan hukum sosial dan moral kepada pelaku, misalnya larangan mengunakan medsos selamanya atau tidak mendapatkan pelayan publik," jelasnya.

Baca: Keluarga Korban Kapal Tenggelam di Danau Toba: Ratna Terlalu Tega Lukai Kami

Ia menambahkan, sanksi sosial itu merupakan solusi yang tepat lantaran RS sudah meresahkan pengguna media sosial lain dengan kabar bohong itu.

Menurutnya, hal ini adalah persekongkolan jahat dalam upaya untuk menggiring opini publik untuk menyalahkan Pemerintah.

"Sanksi sosial dan moral ini amat penting karena terbukti dengan yurisprudensi beberapa kejadian seperti kasus Ahok, persekusi yang akhir-akhir ini marak. Dan yang paling besar adalah kasus persengkongkolan jahat RS yang di-support para elit politi," kata Edwar.

Baca: Bawa Bantuan Logistik Melintasi Perbatasan Sulteng Menunggu Matahari Terbit Jika Tak Ingin Diadang

Edwar menegaskan, kalau negara tidak memberikan sanksi yang tegas atas penyalahgunaan media sosial yang dilakukan RS, maka hal itu akan memicu kerusuhan sosial karena telah melakukan pembiaran pertikaian dan kebohongan publik di dunia maya.

"Hal ini dapat kita rasakan saat ini. Bagaimana massifnya berita hoaks dan tidak adanya efek jera para peyebar hoaks menyebarkan konten-konten tersebut. Karena itu menurut kami, hal ini harus dibendung dan diantisipasi dengan komitmen dan kerja sama provider, Kemenkominfo dan lembaga lainnya," kata Edwar.

"Misalkan menayangkan iklan prabayar yang menyebutkan peringatan hati-hati kepada penguna medsos kepada para Hoakers yang tertangkap. dan iklan tersebut beserta foto dan profil pelanggar," terang Edwar.

Selain itu, lanjut Edwar, sanksi sosial dari seluruh rakyat Indonesia juga sangat penting. Karena hal itu dapat mengikis penyebaran kabar-kabar bohong di media sosial.

Ia juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak memilih pemimpin yang mendukung dan menggunakan kabar hoaks sebagai senjata.

Baca: Pesawat Tamu Kenegaraan IMF-World Bank Dikawal F-16 dan Sukhoi

"Ini berlaku dalam setiap kontestasi politik apapun, Pileg, Pilkada, maupun Pilpres. Karena mereka jelas-jelas bertentangan dengan falsafah negara dan agama," tuturnya.

Edwar meminta kepada seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama menolak dan menghukum pemimpin yang menyebarkan kabar bohong.

"Selain sanksi sosial dan moral, kita sudah semestinya secara politik menggunakan hak kita untuk mengatakan tidak kepada para pembohong dan penipu untuk memimpin negara ini di segala kesempatan. Haram bagi kita kaum milenial, emak-emak dan rakyat memilih para HOAKers," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas