Penipuan dan Pemerasan Menggunakan Surat Perintah Deputi Pencegahan BNN
Deputi Pencegahan BNN tidak berhak menanda tangani Surat Perintah Penggeledahan dan Penahanan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Narkotika Nasional (BNN) mengklarifikasi terjadinya penipuan dan pemerasan dengan modus operandi menggunakan Surat Perintah yang ditandatangani oleh Deputi Pencegahan BNN.
Kepala Bagian Humas BNN, Sulistiandri, dalam keterangannya, Kamis (11/10/2018), mengatakan pihaknya menemukan beberapa kejanggalan dan kesalahan yang membuktikan Surat Perintah tersebut palsu antara lain ialah :
1. Deputi Pencegahan BNN tidak berhak menanda tangani Surat Perintah Penggeledahan dan Penahanan.
"Kalaupun Surat Perintah tersebut produk resmi dari BNN semestinya yang berhak menandatangani adalah Deputi Pemberantasan atau Direktur di jajaran Deputi Bidang Pemberantasan atau setidak-tidaknya Kasubdit di jajaran Deputi Bidang Pemberantasan," ujar Sulistiandri.
Baca: BNN Gagalkan Penyelundupan Sabu Sebanyak 50 Kg dari Malaysia
2. Surat Perintah Palsu tersebut tidak mencantumkan kapan tanggal ditanda tanganinya.
3. Nomor yang tertera dalam Surat Perintah Palsu tersebut bukan sistem penomoran yang ada di Deputi Bidang Pemberantasan BNN.
4. Nama-nama yang tercantum dalam Surat Perintah tersebut bukan anggota di Jajaran Deputi Bidang Pemberantasan, yang semestinya berhak mendapatkan perintah tersebut.
5. BNN tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan penegakan hukum dibidang obat-obat daftar G atau jenis obat-obatan lainnya yang diatur dalam Undang-Undang Kesehatan.
"Jadi, tidak mungkin memerintahkan penyidik BNN untuk melakukan tindakan penggeledahan toko-toko obat atau toko kosmetik atau warung yang menjual produk tersebut," tegas Sulistiandri.