Bermodal Senter, Rahmat Menyusuri Jejak Sang Kekasih di Pantai Talise
Wiro menceritakan, sehari sebelum gempa dan tsunami Palu, terjadi, Ia mengaku seolah sang kekasih memberi isyarat sebelum kepergiannya.
Penulis: Yanuar Nurcholis Majid
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, SULAWESI TENGAH - Rahmat Sumule, masih mengingat betul bagaimana wajah kekasihnya Adriany sesaat sebelum gempa dan tsunami menerjang Sulawesi Tengah.
Ia harus kehilangan sang kekasih, yang tewas akibat tersapu gelombang tsunami.
Tsunami yang menerjang pun ikut mengkandaskan rencana pernikahan dirinya dengan Andriany yang rencananya digelar, Sabtu 13 Oktober 2018 esok.
Impian menjalani mahligai rumah tangga pun harus pupus.
Impian memiliki bisnis online, dan salon di Petobo, Palu, kini hanya tinggal kenangan.
"Banyak impian dan harapan kami. Menikah, jadi PNS, punya bisnis online bersama, dan salon, itu yang kami harap-harapkan" cerita Rahmat kepada Tribunnews.com, saat di temui di Pantai Talise, Sulteng Jumat (11/10/2018).
Wiro menceritakan, sehari sebelum gempa dan tsunami Palu, terjadi, Ia mengaku seolah sang kekasih memberi isyarat sebelum kepergiannya.
Disuatu taman di daerah Lasoani, tiba-tiba sepasang sejoli ini membahas cerita magis orang Sulawesi Utara yang mampu bertahan puluhan hari di lautan lepas.
"Kami sempet ngomongin masalah kuatnya orang Sulawesi Utara yang mampu bertahan hidup 49 hari di lautan lepas," ujar Rahmat seraya menatap sekeliling.
Rahmat mengisahkan, kekasihnya pada Jumat 28 September 2018 saat bencana gempa dan tsunami menerjang Palu , tepatnya sekitar pukul 17.00 WITA pamit melalui handphone mengaku akan ke Pantai Talise mengikuti acara perpisahan rekan kerjanya.
Gempa dan tsunami pun mengguncang Palu.
"Saya masih kontek dia pada pukul 17.48 WITA. Usai gempa tsunami saya lihat taman Ria Palu di Facebook sudah habis. Saya langsung ke Pantai Talise mencarinya," kata Rahmat.
Pada saat itu juga berbekal senter kecil Rahmat langsung mencari jejak sang kekasih.
Suasana malam yang dingin mencekam karena lumpur dan jenazah yang berserakan tak dihiraukan.
"Lumpur menggenang. Dalam benak dan doa, saya harus menemukan jenazahnya. Saya periksa satu per satu mayat di tepi jalan," doa Rahmat kala itu.
Suara rintihan 'minta tolong' pun masih terngiang hingga kini di telanga Rahmat, serta betapa dashyat nya tsunami dan gempa masih terekam jelas di matanya.
Keesokan hari, Sabtu 29 September 2018, Wiro masih semangat mencari jejak kekasih yang akan dinikahinya.
"Saya mencari hingga di Kawatuna dan Petobo. Lalu karena bensin kendaraan kami habis, terpaksa saya pulang dengan berjalan kaki dari Petobo ke Jalan Garuda, lorong Sempati Air," cerita Rahmat.
Satu sifat yang terus dikenang Rahmat dari kekasihnya ialah, sifat Andriany yang penyayang.
Rahmad pun berusaha ikhlas menghadapi cobaan yanh diberitakan Tuhan kepadanya.
"Mungkin sudah jalan hidup saya, kalau melawan malah berdosa nanti nya," tutur Rahmat .