Menilik Masjid Agung Palu Setelah Diguncang Gempa 7,4 Skala Richter: Kubah Utamanya Tetap Utuh
Gempa berkekuatan 7,4 skala richter, tsunami, serta likuifaksi meluluhlantakkan sebagian wilayah Sulawesi Tengah, Jumat (29/9/2018) petang.
Penulis: Yanuar Nurcholis Majid
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Nurcholis Majid
TRIBUNNEWS.COM, SULAWESI TENGAH - Gempa berkekuatan 7,4 skala richter, tsunami, serta likuifaksi meluluhlantakkan sebagian wilayah Sulawesi Tengah, Jumat (29/9/2018) petang.
Dahsyatnya bencana tersebut, turut menghancurkan bangunan Masjid Agung Darussalam, Palu, atau dikenal dengan Masjid Agung Palu.
Baca: Maruf Amin: Saya Tidak Pernah Kampanye di Pesantren, Tapi Silaturahim
Masjid yang berada di Jalan Jaelangkara ini merupakan masjid termegah di Kota Palu.
Saat Tribunnews.com mendatangi Masjid yang dibangun sejak 1978 tersebut, kerusakan sudah terlihat dari luar masjid.
Keramik di lantai masjid yang retak, lampu taman yang bengkok, pohon-pohon yang roboh menjadi gambaran awal kondisi Masjid Agung Palu saat ini.
Menuju lantai dua, kondisi bangunan lebih memprihatinkan.
Baca: Komisioner KPAI: Guru SMAN 87 yang Dinonaktifkan Berhak Menyampaikan Pembelaan Diri
Tiang-tiang penyanga retak, tembok disisi kanan kiri roboh, lemari yang biasa digunakan untuk meletakan peralatan salat pun kini dibiarkan begitu saja.
Masjid yang didominasi warna hijau dan krem itu, juga pada bagian tembok dekat dengan tempat imam juga jebol.
Sehingga terlihat jelas pegunungan yang berada tepat di depan masjid.
Suara dari mesin kipas angin yang tidak dimatikan, seakan menjadi saksi bisu betapa dahsyatnya guncangan gempa saat itu.
Baca: Kepala Sekolah dan Guru Harus Netral Selama Pemilu 2019
Meskipun banyak bagian masjid yang hancur, tetapi kubah utama masjid tetap berdiri kokoh.
Kubah masjid masih membentuk setengah lingkaran sempurna, tanpa ada retak sedikitpun.
"Kuasa Allah memang luar biasa," ujar Aqib, jemaah Masjid Agung Palu, yang kini menjadi pengungsi.
Dua pekan pasca bencana, halaman masjid agung masih digunakan ribuan masyarakat Palu sebagai tempat pengungsian.
Dengan alat seadanya seperti terpal, tali, dan bambu mereka mendirikan tenda-tenda sebagai tempat hunian sementara.
"Kami disini merasa lebih tenang, bareng-bareng dengan saudara dan tetangga. Kami ingin bangkit dari bencana," ujar Aqib.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.