Mengintip Geliat Bisnis di Kota Palu pasca-Gempa
Perekonomian Kota Palu, Sulawesi Tengah, lumpuh setelah gempa, tsunami, dan likuefaksi terjadi, Jumat (28/9/2018).
Penulis: Yanuar Nurcholis Majid
Editor: Adi Suhendi
"Beberapa jauh dari rumah, tidak tahu mau apalagi setelah ini. Perlu dirangkul agar bisa sama-sama," tutur Andry.
Memiliki lima kafe yang tersebar di seluruh Kota Palu, Andry menyebut empat di antaranya hancur akibat gempa.
Bahkan, alat-alat seperti mesin kopi dan pembuat es krim pun sempat dijarah warga.
Saat gempa dan tsunami terjadi, Ia menceritakan sang istri sedang mengelola kafe yang kini masih berdiri.
Sementara dia mengerjakan proyek di kawasan yang terbilang jauh dari lokasi sang istri.
"Sudah tegar, saya, tapi air mata keluar sendirinya. Saya terobos lawan arah bawa mobil jemput istri. Sepanjang jalan zikir dan saya pikir ini kiamat," ujar Andri.
Bersyukur Andri para pegawai dan keluarga seluruhnya selamat dari maut.
Kini dia mengumpulkan sisa-sisa tenaganya untuk kembali lagi saling membantu dan membangun usaha dari nol.
"Ini kuasa Tuhan, kita cuma bisa pasrah saja. Mau kemana lagi. Kalau gempa kita bisa menghindari bangunan, tsunami kita naik ke perbukitan, kalau tanah ambles mau kemana? BMKG bilang seluruh Palu berpotensi likuefaksi. Berserah saja dan kembali bangun hidup," ungkapnya.
Sementara di kawasan Jalan Banteng, saat ini pada malam hari sejumlah kios menjajakan daging, ikan, sayur, dan buah dalam jumlah besar.
Toko ponsel satu persatu pun terlihat juga melayani pelanggan.
Salah satu pasar modern pun sudah menjajahkan dagangannya dengan prosedur tertentu.
Dimana pelanggan harus menyediakan daftar belanjaan yang hendak dibeli secara rinci ke petugas.
Nantinya, pegawai akan masuk ke dalam toko dan mencarikan pesanan pembeli di dalam untuk kemudian dibayarkan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.